tag:blogger.com,1999:blog-11975977889061209242024-03-13T13:15:23.331-07:00WAKTU BERDETAKkisah, cinta, impian dan harapansofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.comBlogger13125tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-43774468917360523862019-05-23T19:14:00.001-07:002019-05-24T04:22:18.986-07:00Aku pernah hidup separoh hati (bagian kelima)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjix1nE1IXsWfJ5lVtGE2Sdzw4t6uartGlHCjRKGFhtllyofAN2kfYVoVVpveRRJeadS4nHzlEyucc6vmopm3_GXvVYHNlergtn34FFEhfO3MIBDIiLCcWjqAqJ3y0TuYcwlOZgElaWkFA/s1600/bunga.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="bunga" border="0" data-original-height="900" data-original-width="1200" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjix1nE1IXsWfJ5lVtGE2Sdzw4t6uartGlHCjRKGFhtllyofAN2kfYVoVVpveRRJeadS4nHzlEyucc6vmopm3_GXvVYHNlergtn34FFEhfO3MIBDIiLCcWjqAqJ3y0TuYcwlOZgElaWkFA/s640/bunga.jpg" title="bunga" width="640" /></a></div>
PADA DESEMBER YANG KELABU.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
"Wardi kamu tau berita terbaru?" tanya Hartini seraya duduk disampingku diteras mess dilantai dua memandang pas dimana warung kakaknya Ros berdiri dibawahnya.<br />
<br />
Aku menggelengkan kepala menoleh kepadanya, "berita terbaru apa ya?" tanyaku ingin tahu.<br />
<br />
"Perhatikan warung itu tutup, kamu tidak perhatikan wajah Bayu yang muram dan tidak menyapa siapapun seperti biasanya?" tanyanya.<br />
<br />
Aku menggelengkan kepala lagi.<br />
"Ros hamil" katanya setengah berbisik.<br />
<br />
Mataku terbelalak.<br />
<br />
"Bukan sama Bayu, tapi sama abang iparnya yang suami kakaknya itu" katanya.<br />
<br />
"satpam itu?"<br />
<br />
Hartini mengangguk dan pergi karena dipanggil oleh kakaknya dari dalam ruangan mess. Dan aku terkejut mendengar itu. Tak berapa lama Hartini muncul lagi sambil mengenakan pakaian seragam kerja elektroniknya.<br />
<br />
"Itu prahara," kataku kepadanya. "Lalu bagaimana selanjutnya?"<br />
Hartini menyentuh pundakku dengan lembut, seperti biasa dia memang selalu lembut kepadaku.<br />
<br />
"Aku juga ingin tahu, sayang." katanya mengedipkan sebelah matanya "Tapi aku harus pergi bekerja hidup kita harus dilanjutkan. Tapi jadi cowok jangan terlalu banyak omong ya...biarkan aku melihat apa yang aku selalu suka darimu"<br />
<br />
Dan dia memperbaiki tasnya, ketika itu dibawah sana cowoknya telah menunggu sambil menghidupkan klakson moyornya yang melengking nyaring. Dia juga mengacungkan lambaian tangan gaya toss kepadaku aku membalasnya sambil tersenyum lebar.<br />
<br />
Akhirnya aku tahu ketika Bayu tanpa sepengatahuan kami telah pergi meninggalkan mess, kamarnya yang kosong segera menjadi tempat tidurku. Selama ini bayu selalu serius jika bercerita tentang kehidupan. Malam terasa hangat dengan kopi hangat dan asap rokoknya. Aku kehilangan seorang teman yang hampir mirip diriku sendiri, penyendiri, namun Bayu memiliki karakter yang kuat dan nyaris mempengaruhiku.<br />
<br />
Kakaknya Ros telah pergi dan pulang ke kampung halamannya meninggalkan suaminya sedangkan Ross akan menikah dengan abang iparnya, aku rasa lebih karena harus menutup aib. Aku berfikir tidak ingin tahu lagi cerita selanjutnya. Hidup terkadang begitu liar dan tidak dapat diprediksi.<br />
<br />
Malamnya aku di ajak Afu kesebuah tempat remang remang dipinggir danau yang akhirnya ku ketahui sebagai sebuah kafe. Kami masuk dan aku melihat lampu warna warni berpendar pendar diiringi musik disko.<br />
<br />
🎶"Api asmara yang dahulu pernah membara, bagai hangatnya ciuman cinta pertama...🎶<br />
<br />
Serasa kembali jiwa mudaku, karena tersentuh alunan....🎶<br />
<br />
Dan seorang prempuan muda berpakaian minim menari saat aku melewatinya mengangkat tinggi kedua tangannya hingga terlihat kedua ketiaknya yang putih. Aroma wangi bercampur pahit dan aroma asap rokok terhidu oleh hidungku.<br />
<br />
Aku agak tersentak ketika Afu menarik tangan kiriku. Dihadapan kami ada sebuah meja yang hanya diduduki oleh satu orang, Bayu! Matanya yang tajam tampak memerah dihadapannya ada sebotol whisky dan selusin kaleng kosong classberg, Afu duduk duluan dan lalu aku menyusul.<br />
<br />
"kamu mau minum apa?" tanya Afu kepadaku.<br />
<br />
"coca cola saja" kataku<br />
"Ayolah, minum bir saja, sedikit tidak akan mabuk kok, oke?" kata Afu sambil memandangku dengan ekspresi membujuk.<br />
<br />
(bersambung)</div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-711714328339368072019-05-13T17:45:00.001-07:002019-05-14T09:08:19.365-07:00Aku pernah hidup hanya separoh hati (bagian keempat)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 style="text-align: center;">
Antara aku dan Sana <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia191BuoBp9LIR6VpCIf7BVyQEyVWN3gNvO_oqTLBAn8x__OVoj_f0NOVmc_ZQBHb9Uox7ykP4T86I_8I7lVcvAQwXBT99t1WiT0d3sPJXeRpq2J5ulhBQatzWJ9J-b0CbQx6d72PHi-U/s1600/IMG_20190514_072903.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Ilustrasi Sana" border="0" data-original-height="823" data-original-width="1280" height="410" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEia191BuoBp9LIR6VpCIf7BVyQEyVWN3gNvO_oqTLBAn8x__OVoj_f0NOVmc_ZQBHb9Uox7ykP4T86I_8I7lVcvAQwXBT99t1WiT0d3sPJXeRpq2J5ulhBQatzWJ9J-b0CbQx6d72PHi-U/s640/IMG_20190514_072903.jpg" title="Ilustrasi Sana" width="640" /></a></div>
</h2>
Tempat itu seolah berada di bibir tebing, tetapi sebenarnya hanya diketinggian bukit yang sedikit curam. Dan aku dan sana duduk berhadapan di sebuah meja kecil di sebuah restro yang agaknya memang sengaja dibangun disana. Tadinya dia mengajak saudara sepupunya tapi kemudian kami berpisah tempat makan, saudaranya itu suka makanan laut, Sana lebih suka makanan pedas.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak kuat makanan pedas pedas itu ikan Gurami bakar kesukaanku tapi dengan sambal pesanan Sana yang luarbiasa pedasnya. Sana makan sambil merunduk melihat ke buku komik manga yang selalu dia bawa dan tiba tiba mendekatkan wajah kewajahku yang juga sedang menunduk sambil menyendok makanan ke mulut.</div>
<div>
"Di kamu menangis...hi hi hi.." godanya "Apakah gerangan yang kamu sedihkan? Teringat si Dia yang jauh dimatakah?"</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Hhh, Aku tidak menangis, aku sedang makan sambal pesananmu yang luarbiasa kayak apa ini" kelitku.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Tapi kulihat airmatamu...ciee" godanya terus.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Tapi aku tidak bersedih, ini gara gara kamu!" kataku dengan suara meninggi.<br />
<br /></div>
<div>
"Lho kok gara gara aku?" matanya seperti manyala lagi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Sumpah, Sana, aku gak pernah menangis, ini keluar arimata karena cabe jahanam pedasnya" kataku sambil minum air putih.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sana tertawa lepas suaranya seperti terurai di udara dan turun ke lembah terbawa angin. Dia mengambil tisu dan menyerahkannya kepadaku. Wajahku mulai berkeringat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Kamu ini lucu. Kalau gak kuat makan cabe, ngomong dong" katanya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Aku tertawa: "Gengsi aku" kataku. Sana tertawa lagi.<br />
<br />
"Namun yang penting aku tidak menangis" sambungku.<br />
<br />
Sana menangguk.<br />
"Kadang kadang tidak mengapa menangis" katanya sambil meraih kentang goreng di piringku. Aku hanya mengangguk tidak mengerti arah tujuan pembicaraannya.<br />
<br />
"Aku sering kok menangis" katanya pula.<br />
"Karena dibohongi, waktu itu aku masih kelas 3 SMP, setelah tamat SMA baru aku mengerti bagaimana sifat kebanyakan cowok atau lelaki" katanya.<br />
<br />
"oh" aku mengangguk mengerti.<br />
<br />
"Aku tidak pacaran waktu sma, apalagi smp" kataku.<br />
<br />
"oh ya?"<br />
<br />
"ya, kamu tahu aku tinggal didesa" kilahku.<br />
<br />
"walau tinggal di desa kamu pasti bajingan" cibirnya.<br />
<br />
"sok tau" balasku mencibir juga.<br />
<br />
****<br />
<br />
Desember 2000 itu gerimis setelah mengantar Sana ke Flamingo Store Jodoh aku langsung pergi ke tempat kerja. Jalan kaki hanya membutuhkan waktu 15 menit, masih ada waktu membuka ransel dan mengganti pakaian diruang belakang. Para pekerja sudah berkumpul, ada juga yang berteriak menyapaku.<br />
<br />
Setelah sedikit briefing tentang bagian mana yang didahulukan aku ditemui Afu. Dia minta agar aku membantunya dilantai 5 gedung yang sedang kami kerjakan untuk memasang keramik.<br />
<br />
Aku naik keatas dan melihat pemandangan dari lantai lima gedung yang berdiri diketinggian diatas bukit. Hampir seluruh daratan Batam terlihat dari sini. Gerimis membuat daratan yang masih hijau seperti nampak kelabu.<br />
<br />
(bersambung)<br />
<br />
<br /></div>
<div>
<br /></div>
</div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-10720728768574947212019-05-13T05:55:00.002-07:002019-05-14T09:08:42.232-07:00Aku pernah hidup hanya separoh hati (bagian ketiga)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
ROSTIANTI dan BAYU<br />
Ros adalah seorang gadis dari suku melayu, aku sangat mengenali ciri cirinya: Berkulit putih dengan logat melayu dari kepulauan Riau, rambut panjang bergelombang hitam legam hampir menyentuh bagian bawah punggungnya. Alisnya seperti bulan sabit telungkup dengan mata bulat. Beda dengan Hartini berkulit putih rambut hitam lurus dan bermata sedikit agak sipit. Namun keduanya memiliki daya tarik tersendiri.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxxMZbROq1bUNOHQ_U_oSAj3su7CVAr6OBx7l3rRs547KdbiYK5veDwu9x8T51EjJ8n426JnxUoBzaLWvVOvXHIK-N86xBEAysGxyv2I2AvLQQAKrBIkFI9ovVvtY8axpfnKx752zgknA/s1600/lonely+flowers.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="caibri dan bunga kembang sepatu" border="0" data-original-height="854" data-original-width="1280" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxxMZbROq1bUNOHQ_U_oSAj3su7CVAr6OBx7l3rRs547KdbiYK5veDwu9x8T51EjJ8n426JnxUoBzaLWvVOvXHIK-N86xBEAysGxyv2I2AvLQQAKrBIkFI9ovVvtY8axpfnKx752zgknA/s640/lonely+flowers.jpg" title="caibri dan bunga kembang sepatu" width="640" /></a></div>
Aku bukan seorang yang mudah tertarik pada cewek, sebut saja aku datang kemari karena sudah bertunangan. Jika aku suka mendengar suara suara itu karena aku memang suka mengamati segala hal diam diam. Aku bisa saja berjam jam duduk hanya untuk mengamati anak anak kucing dan anjing yang lucu lucu karena terhibur oleh mereka.<br />
<br />
Adakalanya jika aku sedang sendirian aku mendengar Hartini bicara bahasa melayu bangka bercampur dengan bahasa Cina kek. Atau aku mendengar bahasa melayu dari Ros dan kakaknya yang berbadan gempal saat sedang membicarakan sesuatu.<br />
<br />
Mereka semua telah berada di lingkungan ini setahun sebelum aku.<br />
<br />
Tidak terasa setelah 3 bulan berlalu, kami masih tetap melakukan kegiatan rutin, dan aku mengenal teman teman baru penghuni petak petak kamar biding atau mess kami.<br />
<br />
Pertama seorang cowok bernama Bayu, dia berasal dari jawa rambutnya keriting tapi hidungya membuat dia lebih mirip orang timur tengah. Yang kedua Afu orang cina asal bangka belitung. Dia ngomongnya kalau bahasa Indonesia suka kurang jelas ditelingaku. Ciri ciri yang dapat membuat orang mengenalnya meskipun dari jauh adalah badannya kurus kering.<br />
<br />
Bayu dan Afu bekerja untuk bos kami sebagai tukang keramik dan untuk pekerjaan ini mereka nampak cukup berpengalaman. Namun yang paling menarik bagiku adalah pengalaman bekerja mereka dimasa lalu.<br />
<br />
Bayu sebelum bekerja dengan bos dulunya bekerja di pulau Jawa di pabrik obat anti nyamuk dia mengklaim badannya yang kurus dan sering batuk adalah akibat dari terapapar chemical bahan pembuatan anti nyamuk setiap hari bekerja, bukan hanya dia banyak juga pekerja lain yang mengalami gejela serupa.<br />
<br />
Sedianya dia akan menikah namun karena hal itu bersifat pribadi dia tidak menceritakan hal tersebut lebih jauh kepadaku. Saya juga melihat Ros menyukai Bayu walaupun Bayu nampak biasa biasa saja. Hubungan itu berlangsung dingin wajah Ros lebih banyak membeku.<br />
<br />
Sebaliknya Hartini menjalin hubungan dengan seorang cowok ditempat dia bekerja di sebuah perusahaan elektronik, hubungan yang nampak hangat dan menggembirakan. Aku hanya menarik nafas teringat tunanganku di kampung, aku telah berjanji kepadanya akan pulang dalam satu tahun, menjemputnya pada waktu itu.<br />
<br />
Dan waktu bergulir di dalam hari hari yang penuhi oleh bekerja keras. Aku belum menemukan apa yang aku inginkan sebuah pekerjaan yang sebenarnya, tidak perlu membanting tulang seperti sekarang. Sampai akhirnya aku mengenal Sana, kami bertemu di bioskop saat sama sama akan membeli karcis, Sana gadis cantik menurutku, wajahnya oriental, rambut hitam dan bermata tajam, senyumannya manis dan menggoda. Aku berusaha menjaga jarak hanya sebagai dua orang yang telah terlanjur berkenalan. Orangnya memiliki pembawaan lepas dan terkesan bebas.<br />
<br />
"Kamu tinggal dimana?" tanyanya<br />
"Jodoh Square" jawabku<br />
"Dimana itu?" matanya melebar, "Karena kakakku tinggal disana" sambungnya<br />
"Kakakmu...kamu punya keluarga.." kataku<br />
"Iyalah, semua orang ada keluarga masak kamu gak" pungkasnya tertawa.<br />
"Iya ya..tapi keluargaku jauh, tinggal dikampung" kataku.<br />
"Terus disini sama siapa?" tanyanya masih berdiri dekat loket bundar itu.<br />
"Sama saudara sepupu" jawabku<br />
"Nah itu kan saudara juga, keluarga namanya" katanya tertawa.<br />
<br />
Oke perkenalan yang sangat biasa. Namun setelah itu membuat kami semakin akrab, apalagi setelah mendapati kenyataan kakaknya ada di komplek Jodoh square tempat mess kami aku akhirnya berusaha mencari tahu dengan cara menanyakannya langsung kepada Sana. Tiba tiba timbul keinginanku untuk mengenalnya lebih jauh. Jadi pada Gajian bulan berikutnya aku mengajaknya makan disuatu tempat yang sudah lama kuingin coba.<br />
<br />
"hah!! Kamu serius?" matanya melebar seperti biasa.<br />
"Serius dong"<br />
Setelah menimbang dia mengangguk dan mengangkat wajahnya<br />
"Aku tahu tempat yang bagus tapi agak jauh, bagaimana kita pergi kesana, naik motorku?" tanyanya.<br />
Aku menggeleng.<br />
"Aku belum pernah bawa motor di Batam. Dan kalau kamu yang boncengin aku gengsi...mending naik bus saja..."kataku sambil mengajukan usul.<br />
Dia tertawa dan giginya yang rapi hampir terlihat semua.<br />
<br />
"Oke, bus akan berhenti dipersimpangan Bengkong Permai, tinggal beberapa meter kita jalan kaki..gak jauh kok" katanya.<br />
<br />
"Deal hari minggu..." kataku senang<br />
"Dan Pulangnya?" tanyanya tiba tiba.<br />
"Ya naik bus lagilah, masak nginap di hotel" pungkasku.<br />
Dia tertawa.<br />
"Ya amit amit, ntar bisa berkembang biaklah kita...oce deal!"<br />
<br />
Dan hari hari mulai ku lalui terasa lebih bergairah lagi.<br />
<br />
(bersambung)<br />
<br /></div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-84911547100768653762019-05-11T19:09:00.000-07:002019-05-14T09:10:26.187-07:00Taman bunga mawar untuk Magdalena<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVq4gpX0o9FyXaUwRVvp0GK8DgtDv_Ejvm_QE_fttXdMGpq4S0cdWNyaSqSXQRsQ1qlmMnjknV5xAPBb06rqgI2yVyctFe833YxjO-5hmN2F3-VRW18o4rC9rdJWfof08Cl-uQmMp_n1w/s1600/taman+bunga+magdalena-2172x1845.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="taman bunga magdalena" border="0" data-original-height="1360" data-original-width="1600" height="542" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVq4gpX0o9FyXaUwRVvp0GK8DgtDv_Ejvm_QE_fttXdMGpq4S0cdWNyaSqSXQRsQ1qlmMnjknV5xAPBb06rqgI2yVyctFe833YxjO-5hmN2F3-VRW18o4rC9rdJWfof08Cl-uQmMp_n1w/s640/taman+bunga+magdalena-2172x1845.jpg" title="taman bunga magdalena" width="640" /></a></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dulu dia adalah bunga desa, wajahnya cantik jelita, rambutnya hitam panjang sepinggang, saat itu dia masih SMP kelas 2. Dan aku adalah salah seorang pemujanya. Didunia remaja yang penuh suka dan duka.</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxBUooWSBj6ezWBlm5XFhwrEwa5bp_W-3kqwVzWcg4oBDV2SDEpMbfAVsm_BvXvFIC6yiDOyx3vU85bdZVWBFWdujR61MWqn6MoPmygXpmnhplQ6shuHt1cchNG1RAASJG3JvA9PCmhCc/s1600/beautiful-blooming-bright-1160500-800x532.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku tahu sekali dia gadis berhati baik selalu menyunggingkan senyuman manis setiap memandang wajah orang yang mengajaknya bicara dan yang paling aku suka adalah tatapan bola mata indahnya yang lekat penuh pesona.</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Yang paling dia sukai adalah kebun bunga mawar ibunya, dan setiap hari dia merawat dan menyiramnya. Orang tuanya adalah pedagang bunga yang berhasil, bunga bunga dari kebunnya di pesan oleh orang orang dari kota. Tentang bunga mawar Mahdalena pernah mengatakannya kepadaku sewaktu kami berjalan menuju kesekolah kami dipagi hari: "Suatu hari kalau punya rumah sendiri, akan kutanami halamannya dengan mawar mawar merah". Entah mengapa kata katanya itu seperti memberikan semangat dan harapan hidupku walaupun aku bukan pencinta bunga mawar. Aku membayangkan sebuah rumah dengan halaman penuh bunga mawar dengan Aku dan Mahdalena sebagai penghuninya. Angan anganku terlalu jauh dimasa kami masih sangat belia. Aku merasa malu pada diriku sendiri.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku tahu sekali dia gadis baik dan selalu ringan tangan membantu orang lain yang berada dalam kesusahan, aku ingin sekali menceritakan ini kepada dunia dan hari ini aku ingin dunia mengenang dia ketika namanya dilupakan oleh kejamnya kehidupan ini.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<h2>
<b><b><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">1. PRIA BUTA</span></b></b></h2>
</div>
<b>
</b>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hari itu dijalan menuju pasar desa seorang pria buta berkulit hitam dengan wajah bopeng oleh bekas cacar mengenderai sepedanya, anehnya walau buta dia mahir sekali bersepeda, bahkan menurut cerita orang orang tidak pernah dia menabrak sekalipun anak anak ayam yang sedang berkeliaran pada saat mengendrai sepedanya. Usianya pada waktu itu sekitar 37 tahun.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Di perbatasan jalan ujung desa ada sebuah jembatan darurat selebar dua keping papan yang diikatkan kepada kayu broti. Selama ini pria itu melewati jembatan diatas parit sedalam satu meter tersebut dengan selamat. Kecuali hari itu ketika enam orang teman teman sekolahku yang terkenal suka usil diam diam pergi disana. Mereka mengangkat dan menyembunyikan jembatan kayu tersebut dan menunggu pria malang yang akhirnya ku ketahui bernama Ibrahim tersebut melewati parit selebar satu setengah meter.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pria tersebut akhirnya muncul mengenderai sepeda seperti biasa dengan penuh percaya diri dia mengayuh sepedanya menyeberangi parit tersebut. Aku tidak berdaya mencegahnya ketika kudengar suara jatuh dan suara teriakan terkejut dan marah dan diselingi sorakan dan tertawa teman temanku yang segera berhamburan lari. Aku hanya melihat lumpur berair muncrat keatas parit.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Beberapa orang yang kebetulan lewat mendatangi termasuk anak anak prempuan sekolah yang sedang keluar istirihat. Aku melihat Mahdalena memarkir sepeda mininya didekat bibir parit. Dan tanpa menunggu dia berteriak sambil menghulurkan tangannya yang putih bersih itu kepada pria buta yang sudah berdiri dan berusaha naik. Aku melihat tangan pria itu penuh lumpur ketika memegang lengan mahdalena. Beberapa pria membantu sambil marah marah karena perbuatan usil pencuri jembatan itu. Aku segera mendatangi tempat itu dengan perasaan bersalah karena tidak bisa mencegah perbuatan teman temanku tadi.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<h2>
<b><b><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">2. MALAM TERKUTUK</span></b></b></h2>
</div>
<b>
</b>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku tidak pernah menyangka peristiwa pria cacat jatuh keparit itu adalah pertanda sebuah takdir yang akan menimpa Mahdalena. Setelah kami menginjak kelas tiga SMP, malapetaka menimpa dirinya. Tiba tiba dia berubah jadi pemurung dan mengurung diri dikamarnya, bahkan menemuikupun dia tidak pernah mau. Dalam beberapa bulan kemudian terdengar berita dia telah hamil! Aku ingin sekali tidak mempercayainya, bahwa itu hanya mimpi Namun itu terjadi. Aku terpukul dan entah mengapa merasa hancur hingga hampir mempengaruhi prestasiku sebagai juara bertahan dikelas kami.</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Lalu dari warung sebagai sumber berita ibu ibu, adik prempuanku bercerita bahwa Mahdalena hamil karena diperkosa oleh Abang angkatnya yang sudah duduk di kelas 2 SMA. Hal itu terjadi pada waktu kedua orang tuanya pergi kekota menghadiri pernikahan keponakan mereka selama beberapa hari. Abang angkat yang dianggapnya sebagai abang kandung itu telah dipelihara oleh keluarganya sejak bayi, beberapa tahun sebelum Mahdalena dilahirkan. Waktu itu orang tuanya ingin sekali punya anak, dan orang orang menganjurkannya agar "memancingnya" dengan mengadopsi seorang anak. Tersiar juga cerita lain bahwa abangnya itu adalah bayi terlantar yang ditinggal pergi oleh seorang lelaki tidak bertanggung jawab. Namanya Abi.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dia sering pulang malam dan bergaul dipasar dengan orang orang lebih dewasa dan mereka sering mengajaknya nonton filem porno. Tengah malam gerimis itu dia pulang dan mengetuk pintu keras keras, Mahdalena membukakan setengah mengantuk. Aku tidak sanggup membayangkan malam jahanam itu, malam yang merobah nasibnya dan mungkin juga nasib dan jalan hidupku untuk selamanya.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Orang tuaku yang mengerti kesedihanku mengirimku untuk bersekolah ke kota dan perlahan aku mulai melupakan kesedihan dan tidak terasa aku berubah menjadi kutu buku. Aku masih mendengar cerita betapa hancur hati kedua oang tua Mahdalena, tetapi aku membayangkan lebih hancur lagi hati dan kehidupan Mahdalena, sejak itu dia dikurung dan diberhentikan dari sekolah. Tradisi tidak tertulis dikampung kami pada waktu itu adalah: Jika seorang anak gadis hamil diluar nikah itu adalah aib sangat besar dan tidak tertanggungkan keluarga, apalagi yang memperkosanya adalah orang yang selama ini hidup ditengah keluarga mereka sendiri. Diam diam keluarga akan mencari pria yang mau menikahi anak gadisnya. Orang yang bersedia akan menerima "upah" karena bersedia menjadi menantu penutup aib, dan yang lebih penting sianak gadis akhirnya berstatus punya suami. Sehingga orang orang akan berhenti membicarakannya. Mencari suami upahan harus secepat mungkin karena usia kehamilan akan semakin terlihat ketika perut anak gadis membuncit.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<h2>
<b><b><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">3. TAMAN BUNGA MAWAR DI AKHIR CERITA</span></b></b></h2>
</div>
<b>
</b>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku mendengar berita yang lebih menyedihkan, akhirnya Mahdalena dinikahkan dengan pria buta berwajah penuh bekas cacar. Pria yang dulu dia ikut menolongnya karena terjatuh keparit itu. Artinya Mahdalena telah dibuang oleh keluarganya.</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh42nlGNopeqHqqm3OrLxTJckjKjHm5gAAPKeZ4Whw5YqH5_YBBFAzXtZsTTzmxBsxBS1D131kwkDWQGYSh9SJ7E_ryuG6gH28WVtdpLCS2SOFtI7KYWCLUzeH0L3imFVqPRI8L6GScR1c/s1600/taman+bunga+magdalena.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="taman penuh bunga mawar magdalena" border="0" data-original-height="815" data-original-width="1280" height="406" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh42nlGNopeqHqqm3OrLxTJckjKjHm5gAAPKeZ4Whw5YqH5_YBBFAzXtZsTTzmxBsxBS1D131kwkDWQGYSh9SJ7E_ryuG6gH28WVtdpLCS2SOFtI7KYWCLUzeH0L3imFVqPRI8L6GScR1c/s640/taman+bunga+magdalena.jpg" title="taman penuh mawar magdalena" width="640" /></a></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; text-align: justify;">Bertahun tahun kemudian aku menyelesaikan studiku dan mendapatkan pekerjaan yang cukup baik dikota. Kebahagiaanku bertambah karena akhirnya aku mendapatkan seorang kekasiih cantik yang pernah duduk satu kampus. Kini aku telah dewasa dan wajahku mulai ditumbuhi kumis dan brewok. Suatu hari aku pamit pada kekasihku untuk pulang sendirian menjenguk orang tua didesa karena selama ini merekalah yang datang menjengukku ke kota.</span><br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku melewati jalan itu dengan ransel dipunggung, tidak ada yang mengenalku. Aku menyadari ada yang hilang, jalan jalan telah menjadi semakin lebar dan diaspal bangunan bangunan berubah menjadi lebih baik, aku memanggil becak dan memintanya mengantarkanku ke ujung jalan desa.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku ingat disanalah Ibrahim lelaki cacat itu dulu tinggal bersama ibunya yang telah tua. Disamping mahir bersepeda dia jago memanjat kelapa, harus kuakui itu luarbiasa. Dia menyadap pucuk pucuk kelapa agar mengasilkan gula merah. Gula merah itu dijual setiap hari pasar desa. Dengan itulah dia menghidupi dirinya dan ibunya.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku melangkah pelan dan berdiri memandang kerumah kayu beratap rumbia dari balik pohon besar. Tidak banyak berubah pada rumah kayu tua itu. Kecuali pada halamannya yang benar benar membuat aku memandang dengan panasaran. Halaman itu kini ditumbuhi oleh bunga bunga mawar merah.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Selagi aku masih mematung menatap bunga bunga itu dari kejauhan. Seorang pria berkulit hitam berwajah cacar sedang menuntun sepedanya akan memasuki halaman rumah itu. Nampak rambutnya mulai beruban. Seorang anak lelaki berkulit putih menghambur keluar dan berteriak gembira: "Ayah, ayah!" Wajah lelaki buta itu nampak tersenyum lebar. Aku jadi teringat anak yang dikandung Mahdalena dulu.</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tapi sebelum aku mengingat jauh seorang wanita muda menyusul keluar menyambut lelaki yang lebih pantas menjadi ayahnya itu, membantunya menuntun sepeda...aku semakin terpesona oleh kenyataan itu tak sadar aku menghela nafas sambil menggenggam kencang tali ransel dipunggungku. Wajah wajah itu adalah wajah sebuah keluarga bahagia. Mahdalena telah menemukan cinta sejatinya....</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dan kebun bunga mawar itu adalah bukti cinta yang dulu pernah dikatakannya kepadaku. Kebun bunga yang sempat singgah diangan angan masa remajaku...</span></div>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span>
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sumber: FansPage <a href="https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=483609651795572&substory_index=0&id=417431051746766">Anissa Auliasari</a></span></div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-69052989166705548052019-05-09T07:50:00.000-07:002019-05-14T09:09:41.190-07:00Waktu Yang berdetak (bagian pertama)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSCZAJH9BU25TAaoll-lNc4oJyu3tqeMkVTbKqa6oZeGQbE1tMKcgE47mpUp3vepVaLzvAeD1uY2mrJzp3y4n7mwpIfCXTRJv6VIt8xJAmP1CqL3JOBwZsbsurdrlX14RAm9pMkg03WcE-/s1600/DSC00388.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1067" data-original-width="1600" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSCZAJH9BU25TAaoll-lNc4oJyu3tqeMkVTbKqa6oZeGQbE1tMKcgE47mpUp3vepVaLzvAeD1uY2mrJzp3y4n7mwpIfCXTRJv6VIt8xJAmP1CqL3JOBwZsbsurdrlX14RAm9pMkg03WcE-/s400/DSC00388.jpg" width="400" /></a></div>
<h2>
BAGIAN I: KELUARGA DI DESA</h2>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dimasa penghujung masa remajaku saat masih berusia 19 tahunan, aku hidup disebuah desa yang terletak ditepi sungai gaung, sebuah desa dengan gambaran kritis; air tawar berwarna cokelat teh mengalir dari hilir ke hulu untuk menaikan pasang dan sebaliknya jika sudah sampai kehulu akan kembali mengalir kehilir dan air sungai akan menjadi surut, ketika surut nampak lumpur berwarna abu abu keputih putihan diantara tanaman bakung terapung yang kandas diatasnya, perahu perahu yasng tertambat miring dan kandas dantara batang batang yang sengaja di sorong ketengah oleh penduduk yang suka mendirikan rumah ditepiannya. Setiap rumah memiliki pelantar yang berfungsi sebagai dermaga untuk menambatkan perahu perahu mereka.</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Aku melewati setiap musim, membantu orangtuaku bertani dan melintasi sungai menuju ke kebun kebun kelapa dengan mendayung atau mengayuh perahu, jika musim panas pasang surut air menjadi ekstrem, sungai seolah kering, tidak mudah melewati anak anak sungainya yang kecil untuk mencapai kebun kebun kelapa kami yang kadang jauh di hulunya. Semakin jauh ke hulu semakin dangkal airnya kadang kami harus turun mendorong perahu itu, ayahku atau adikku dibelakang atau aku didepan dan membiarkan ibuku tetap berada didalam perahu, jika sudah sampai kami akan naik dan memijak tanah gambut. Di musim panas rumput kusut kusut hijau tebal terasa empuk ketika dipijak oleh kaki kami, kami membersihkan rumput rumput dibawah pohon pohon kelapa yang ditanam berjejer dengan ukuran tertentu. Berada diantara pohon kelapa yang rendah terasa sejuk karena dinaungi oleh daun daunnya.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Aku menyukai musim panas ketika pagi dan sore kami melewati sungai dengan pohon pohon jingah berpucuk merah, daun daun pohon pohon itu bergelombang dihembus angin dan dilompati oleh monyet monyet berekor panjang yang suka memakan pucuk pucuknya, air terasa tenang dan berwarna coklat terang hanya kayuhan perahu yang membuatnya beriak oleh gelombang kecil. </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi aku juga selalu memiliki kenangan manis ketika hujan ditengah sungai itu, tubuh mudaku menahan dinginnya air yang turun dari langit, aku sering menengadah dan tak pernah mampu menghitung titik titik yang sedang berjatuhan itu, aku dan adik lelakiku biasanya tertawa dan berteriak kesenangan, kami berhenti mengayuh perahu dan memandang alam yang menjadi buram dan abu abu oleh warna mendung dan hujan mencurah, pohon pohon menjadi samar dan aku tahu disanalah kesenangan memiliki keluarga seperti kami yang ditakdirkan terlahir sebagai 7 bersaudara. Mungkin satu satunya aku sebagai anak tertua yang menyimpan kenangan kecil itu yang nyaris hilang diantara rutinitas dan pertengkaran pertengkaran anak anak lelaki yang harus bekerja membantu orangtua.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Aku penyendiri, pendendam. Waktu remaja itu aku tidak jelek, remaja berkulit kuning langsat dengan rambut tebal ikal cenderung keriting, dengan bola mata hitam kecokelatan, di sekolah aku lebih sering dilirik anak prempuan walau tidak begitu tertarik dengan hubungan romantis. Bapakku kepala sekolah sebuah madrasah didesa. Suatu hari aku benar benar jatuh cinta pada seseorang, cinta yang akhirnya kuanggap salah pada waktunya.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Awal tahun 90an desa kecil kami mulai berubah, semakin banyak perahu bermotor melintasi sungai panjang itu melintas dari hulu ke hilir melewati rumah rumah yang berjejer, ada kegiatan logging, penebangan hutan menjadi jadi dihulu desaku. Hampir setiap hari bertemu dengan teman temanku topiknya adalah pergi kehulu sungai menebang kayu, meotongnya dan mendapat uang yang banyak! aku tidak dapat membayangkan bekerja didalam hutan pada musim hujan ketika air pasang naik dan dimanfaatkan untuk menghanyutkan kayu kayu gelondongan yang sudah berbentuk rakit. Aku tidak tertarik. Yang menarik bagiku adalah penghasilannya mampu membuat mereka membayar mas kawin untuk melamar gadis gadis pujaan hati mereka dengan mudah. Bagiku itu berat, sementara usia kami beranjak melewati duapuluhan kami juga harus segera menikah. Penebangan hutan yang terus menerus mulai mempengaruhi desa kami ketika musim pasang naik, jalanan mulai terendam hingga kehalaman rumah penduduk.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak cukup sampai disitu, ketika kayu yang akan ditebang semakin langka, orang orang termasuk para pemuda desa kami, mulai membuat rel darurat berkilo kilometer jauhnya kedalam hutan untuk menebang kayu, tentu saja semakin sulit dan semakin membutuhkan beaya. Namun logging terus berjalan dengan ijin maupun tanpa ijin dari pemerintah. Aku mulai melihat swammile swammile mulai didirikan disepanjang tepian sungai untuk mengolah kayu gelondongan menjadi kayu batangan sebagai material bangunan. yang kuingat dari swamille swamille ini adalah suaranya yang bising baik siang maupun malam, lalu bau rendaman kayu yang mengandung racun. Dan disinilah kisah itu berawal menjadi tidak pernah aku lupakan seumur hidupku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq">
<div style="text-align: justify;">
...Time like the wind</div>
<div style="text-align: justify;">
goes a hurrying by</div>
<div style="text-align: justify;">
and the hours just fly....</div>
</blockquote>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
>>>>>>>>>>></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Kurasa tidak ada orang yang mengingat peristiwa ini seperti aku mengingat dan menyimpannya didalam ingatanku. Waktu itu pagi berlalu dalam deru mesin potong kayu dengan ukuran gergaji piringan yang besar, suaranya menderu, mencicit dan kadang memekakan telinga, itulah alasannya mengapa aku tidak betah berada dibangsal bangsal mesin potong, dedak dedak atau serbuk kayu berterbangan menjadi debu yang bisa menyesakan nafasmu. Dedak dedak bersama serpihan kecil sisa potongan kayu menjadi alas berpijak, para operator potong dengan gaji lumayan untuk ukuran penduduk desa merasa bangga dengan ketrampilan mengoperasikan mesin potong itu. Aku sendiri tidak pernah tertarik, maka dari itulah aku lebih memilih menjadi kuli angkut, memikul kayu kayu yang sudah menjadi papan dan menyusunnya dibangsal penyimpanan. </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Pada waktu istirihat aku mengambilkan air minum untuk Gayus, dia lebih tua sepuluh tahun dariku usianya sudah 31 tahun, 10 tahun yang lalu dia menikah dan sekarang sudah memiliki anak prempuan usia 4 tahun dipanggilnya Dhea, kadang aku senang menggoda anak prempuan kecil yang suka bermain sendirian di mess atau biding kayu tempat para operator tinggal itu. Dia tidak memiliki teman selain kami atau tepatnya aku dan Gayus ayahnya. Dhea anak yang cerdas.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Bang istirhat dulu" teriakku "sudah pukul 12, lho. Ini air minum"</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Gayus menoleh, namun meneruskan membelah batangan kayu dengan piringan, terdengar suara mesin yang dipaksa menjerit jerit memekakan telinga. Namun setelah kayu besar itu terbelah menjadi dua dia segera bergerak ke arah bangku tempat aku minum.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Mana kopinya?" Katanya menyeringai sambil meraih rokok.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"ya beli sana" aku menunjuk ke warung ditepi sungai.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Dia menggelengkan kepala: "mending kamu buat dibeding" suruhnya.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku bergerak mengikuti sarannya. Tentu saja aku harus menyalakan kompor minyak tanah dan merebus airnya terlebih dahulu. Didapur aku mulai menciduk air dan memasukannya kedalam cerek hitam karena arang. Dhea mendekatiku: </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Om mana mancis biar aku nyalakan kompor" pintanya</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Aku menoleh dan tertawa: "Emang berani? kalau tiga kali gak hidup mancis habis, mana kompor meledak nanti"</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Dhea melotot: "Memangnya apaan, cuma ngidupin kompor gak bisa, sini mancis" pintanya dengan suara meninggi.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Aku merogoh saku dan menyerahkan mancis, lalu kembali kepenampungan air untuk menutupnya.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika aku bergerak kedapur, Dhea malah menghampiriku dan menyerahkan mancis kembali kepadaku.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Gak bisa, mancisnya susah" keluhnya.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tertawa dan mengejeknya: "Makanya...."</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika aku memeriksa isi mancis hanya tinggal sebatang aku melotot, Dhea telah pergi bermain kubus kubus warna warni dihalaman sendirian. Aku hanya bisa geleng geleng kepala karena harus benar benar memanfaatkan sebatang korek api dan tidak boleh gagal atau tertunda bapaknya si Dhea minum kopi.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Hari hari berlalu bersama gumpalan awan diatas pucuk pucuk rumbia yang melambai lambai gemulai ditepian sungai batang tuaka, aku mengayuh perahu perlahan, hari ini ibuku membuatku sedikit kesal:</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Usiamu sudah hampir 20, teman temanmu sudah menikah, jangan terus bermalasan, kamu ini asik bangun pagi terlambat. Bersihkan kebun sehingga nanti bisa menjadi penghasilan ketika kamu kelak sudah harus menghidupi keluargamu sendiri. Bagaimana kamu bisa melamar anak gadis orang kalau tidak mengumpulkan uang dari sekarang untuk dijadikan mas kawin?" Cecar ibu, dan dia tidak akan bisa berhenti sebelum aku pergi meninggalkan omelannya yang masih menggantung dibelakang perahu yang meluncur meninggalkan pelantar kayu rumah. Oh nasib, keluhku dalam hati, mandi saja tadi tidak sempat. Namun walau bagaimanapun ibu tetaplah seorang ibu. Aku mencintainya dan menyadari jauh dalam hatiku dia hanyalah seorang prempuan desa yang menikah pada usia 14-15 tahun lalu melahirkan aku putera pertamanya. Sepanjang hidupnya setalah itu dia harus bekerja keras membantu penghasilan ayah yang hanya seorang pegawai negeri biasa, apalagi setelah enam adik adikku lahir satu persatu dimana usia kami bersaudara tidak bertaut selisih terlalu jauh.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Pada masa itu bahkan masih terbawa hingga kini, anggapan bahwa seorang anak prempuan tidak perlu sekolah tinggi tertanam dibenak prempuan desa, toh akhirnya bekerja didapur memasak makanan dan melayani suami. Ibuku juga berfikiran seperti itu, kadang sering juga keluar kata kata rasialis darinya, misalnya suku lain itu beda, bahwa kita sebaiknya ya menjaga tradisi baik dari suku kita. Kadang aku berfikir mengapa didunia begitu banyak perbedaan, bang Gayus dan anak prempuannya Dhea datang jauh dari Manado, dia bukan Muslim, tapi entah mengapa aku begitu dekat dengannya dan dia menganggapku lebih dari seorang sahabat. Begitu juga puterinya menganggapku sebagai pamannya, kadang aku dijadikan tempatnya bermanja seperti dia bermanja kepada bang Gayus bapaknya. Bang Gayus sendiri sering mengajariku segala macam ketrampilan, memberiku semangat untuk berani dan kadang mendorongku untuk pergi merantau melihat dunia luar.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Teruslah belajar, Di. Karena belajar itu tidak terbatas hanya dibangku sekolah. Abang ini putus sekolah lalu dan melewati banyak peristiwa selama hidup hingga berkeluarga" cerita bang Gayus selalu menarik perhatianku.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Dia pernah menjadi operator Loader, crane dan berbagai peralatan berat. Dia pernah bekerja di singapore. Kedengarannya sangat menarik bagiku kadang dia mendapatkan upah besar tergantung perusahaan mana tempat dia bekerja. Tapi kemudian aku berfikir, kalau di singapore enak dan gajinya besar, kalau mengoperasikan peralatan peralatan itu nampaknya keren, mengapa akhirnya dia sekarang hanya menjadi operator mesin potong sebuah swammile kayu gelondongan di sebuah desa?</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti mengerti pikiranku dia tersenyum memandang kesungai, angin menghembus kewajah kami yang duduk berjejer dengan kaki menjuntai di sebuah batangan kayu besar:</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Nasib seorang pekerja berbeda dengan nasib seorang pengusaha atau professional, Di. Kamu masih muda, masih banyak punya kesempatan mengambil pendidikan atau kursus seperti mengetik, komputer dan bahasa Inggris, percayalah pada abang, kelak itu sangat membantu. Abang tahu kamu anak muda yang pintar, kamu beda dengan anak anak muda lain, kamu mendengarkan saya dan selalu ingin tahu. Pertanyaanmu tidak membosankan dan selalu membuat abang tersanjung"</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya tersenyum tipis, dan dia melanjutkan:</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Mengenai soal jodoh seperti yang ibumu kuatirkan, abaikan saja. Dia akan menyadari bahwa zaman sudah berubah. Di, kamu ganteng kok pasti mudah dapat cewek" candanya</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tertawa sambil mengusap rambut menoleh kekanan dan ke kiri dan teringat pamanku yang setengah baya apabila di puji ganteng..</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Memang banyak orang yang ngomong mana kaca...mana kaca..."balasku bercanda.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Bang Gayus tertawa hingga nampak giginya yang putih dan rapi. </div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
"Dasar" tawanya meninggi.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
BAGIAN II: PERJALANAN WAKTU YANG MELUKAI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Desember tahun itu adalah musim penghujan, namun sebenarnya aku tidak begitu mengerti tentang musim di kampung halamanku, kukira semua musim sama. Namun setiap musim selalu menandai kenangan akan masa yang telah berlalu. Aku masih bermain bersama Dhea, waktu itu aku telah memiliki teman prempuan gadis desa yang masih sekolah kelas 1 SMA namanya Naya, lengkapnya Nirmaya Ramlan, tidak tahu bagaimana dia mendapatkan nama itu atau bagaimana nama itu diberikan kepadanya, tapi yang jelas aku sangat mencintai Naya, dia gadis yang penuh pengertian, bapak dan ibunya orang terpandang punya usaha pengolahan kopra dan memiliki kebun luas didesa, keluarganya tidak berasal dari kampung kami, tepatnya pendatang dari Sulawesi bagiku itu jauh sekali, rasanya lebih baik pergi ke Malaysia karena negara jiran itu justeru lebih dekat ke desa kami. Hubungan kami berjalan tanpa sepengatahuan keluarganya dan juga keluargaku, sikap kami seolah hanya berteman biasa. Dan hal itu sering menjadi kesalah fahaman diantara teman temanku yang juga menaruh hati diam diam kepada Naya. Tidak mudah bagi kami menjalin hubungan seperti itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Naya" kataku suatu hari</div>
<div style="text-align: justify;">
"ya" sahutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
''sepertinya aku harus pergi ke malaysia'' kataku</div>
<div style="text-align: justify;">
Naya menoleh dan memandang wajahku rambutnya yang panjang dan ikal bermain di leher jenjangnya, matanya yang tajam dan bulat memicing menahan hembusan angin.</div>
<div style="text-align: justify;">
''dan lalu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
''kita mungkin akan berpisah, makudku kamu disini, dan aku disana di Johor''</div>
<div style="text-align: justify;">
''Di, apapun yang terbaik untukmu aku dukung, hanya saja soal hubungan kita aku mungkin tidak bisa bertahan tanpa kepastian, aku sudah hampir 18 tahun 6 bulan lagi, lho, kamu tahu Di, mungkin aku harus segera menikah, aku tidak mau menjadi penghalang cita citamu'' katanya lirih namun bibirnya tersenyum.</div>
<div style="text-align: justify;">
''Aku sayang kamu, kamu tahu itu, tapi bila harus berpisah aku ikhlas, semua itu demi dirimu sendiri, Di'' lanjutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tidak berani melihat wajahnya cuma memandang pepohonan yang daun daunnya menari nari dihembus angin di bulan Desember. Naya selalu menganggapku orang baik dan apapun yang akan kulakukan itu selalu benar. Dia lebih suka menelan kekecewaan untuk dirinya sendiri daripada membuatku kecewa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku memutuskan akan pergi ke Johor Malaysia daripada harus bekerja logging, sama dengan kebanyakan teman teman yang telah pergi duluan ke berbagai daerah, ke Batam, ke Singapore, dan ke Malaysia, aku ingin nasibku berubah dengan mengumpulkan uang dan menjadikannya modal untuk masa depanku kelak sebagai anak muda yang di lahirkan di sebuah desa terpencil cita citaku tentu saja tidak muluk: Aku hanya ingin membeli kebun kopra yang kelak akan ku kembangkan menjadi luas dan dengan itu kebanyakan orang tua tua di desaku bisa naik haji. Seperti kedua orang tua Naya dan dia mengerti persis jalan pikiranku itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terbangun pukul 7.00 masih di bulan Desember, itu sangat terlambat untuk pekerja swammille jadi aku hanya cuci muka dan tidak mandi, Dhea puterinya bang Gayus yang masih 5 tahun itu menggangguku dan mengatakan aku bau, malam tadi aku memang tidur di mesnya bang Gayus. Sambil memakai baju dan minum air putih aku melihat keluar melalui jendela, suara mesin potong menjerit bagai berteriak bagai terpaksa di tangan bang Gayus dan beberapa orang operator potong. Aku melangkah langsung ke serpihan kayu yang telah dipotong dan mulai mendorongnya dengan pengungkit, bang Gayus menolehku namun tidak berkata apa apa, dia terus saja memotong dan memaksa mesin potong bekerja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku mulai mengangkut potongan potongan kecil, memanggulnya di bahu, kadang begitu sulit menyusunnya di bahu tanpa menjatuhkan beberapa potong, namun karena terbiasa akhirnya aku dapat melakukannya dengan benar. Dan itu kulakukan sampai tumpukan di penyimpanan tempatku menyusunya terasa sudah mencukupi aku akan berisitirihat. Kulihat bang Gayus masih tekun memotong, akupun duduk menghadap ke seberang sungai memandangi pepohonan sagu dengan mata kosong. Aku masih teringat pembicaraan dengan Naya semalam, aku tahu artinya sama seperti kebanyakan pemuda lain kami kadang kehilangan calon pasangan hidup karena faktor ekonomi dan keadaan dan pada kami berdua kami berdua telah berada ditempat dan waktu yang salah: Naya adalah seorang anak prempuan dan hidup di masa dimana di desa seorang prempuan harus menikah sebelum usianya 20 tahun atau jadi wanita tak laku, sedangkan aku adalah anak lelaki, aku masih memiliki waktu yang panjang, dan pilihan yang lebih banyak. Kedengarannya tidak adil bagi Naya dan kedengarannya pikiran dan logikaku tidak adil atas nama cinta, tapi sungguh dengan sepenuh hati (bukan pikiran dan logika) aku sangat sayang Naya. Namun Naya mengerti dan dia tetap mencintai aku dengan caranya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lamunanku buyar ketika tiba tiba aku mendengar teriakan dan dentuman logam nyaring sekali, aku berdiri dari tempat dudukku dan menoleh dengan terpana, aku melihat seseorang terkapar ditempat bang Gayus bekerja dan didatangi oleh orang orang berlarian. Aku berlari sekencang aku bisa menghampiri tempat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku ingin sekali tidak mempercayai pemandangan mengerikan itu, bang Gayus terkapar dengan leher hampir putus! Patahan mata mesin pemotong yang selalu dipaksa itu akhirnya patah dan pecahan baja pemotong itu mengenai lehernya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya terpana dengan perasaan bercampur aduk terutama sangat sedih ketika orang orang mulai mengurusi tubuh bang Gayus, dan aku lebih sedih lagi ketika Dhea memberontak dari pelukan seorang prempuan dan mencoba mendekati tubuh bapaknya yang jelas sudah tidak bernyawa lagi. Dhea menjerit seolah seluruh airmata mencurah membasahi pipinya yang berkilau, dan ketika itu juga seseorang menepuk pundakku:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Dik cepat hubungi pemilik Swammile" katanya, aku mengangguk dan berlari menuju sebuah sampan yang segera kuturunkan ke sungai lalu mengayuhnya sekuat tenaga melawan arus, menuju ke seberang sungai. Akan tetapi diperjalanan sebuah boat yang membawa pemilik swamille juga sedang menuju kearah berlawanan yang artinya dia telah mendapatkan berita kecelakaan tersebut jadi akupun berbalik mengayuh perahu sampan kembali ke arah swamille. Dengan sekuat tenaga aku berlari kembali menuju bangunan dimana tubuh bang Gayus di letakan oleh para pegawai swammile. Disana aku melihat Dhea dalam pelukan seorang wanita masih menangis nampak tubuhnya yang kecil sesak menahan tangis dan aku tidak berani membayangkan kesedihan hati yang masih kanak kanak itu. Perlahan aku mendekatinya dan prempuan itu mengenalku sebagai orang yang sangat dekat dengan bang Gayus dan Dhea, dia menyerahkan Dhea kepadaku, aku memeluk tubuh kurus mungil yang biasanya riang namun kini seperti tak berdaya itu kedalam pelukanku. Aku benar benar tidak dapat membayangkan kesedihannya. Rasanya tiada ada sepatah katapun yang berguna untuk kusampaikan untuk menolongnya, semuanya tiba tiba saja terasa tidak berguna.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku menitip Dhea kepada mama yang dengan senang hati merawat Dhea, lagipula Naya juga senang kepada gadis cilik itu, dia ikut menjaganya. Sementara aku memandangi tubuh bang Gayus, terbayang perjalanan hidupnya yang harus merantau menghidupi seorang anak kecil sebagai seorang duda, aku membayangkan betapa beratnya menjadi seorang ayah terutama ketika harus menjadi seorang orang tua tunggal bagi seorang anak prempuan, dan kini harus pergi meninggalkannya dengan cara tragis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak terasa mataku basah oleh airmata dan aku menyembunyikannya ketika kudengar para pria dan wanita diruangan itu membahas pengurusan jenazah bang Gayus yang berbeda keyakinan dengan mayoritas penduduk desa. Beberapa orang mencari tahu keberadaan keluarganya di Manado sana, kebetulan dokter desa yang orang manado akhirnya mendapatkan informasinya dengan solidaritas keyakinan kristiani beberapa orang datang dari kecamatan untuk mengambil alih prosesi, aku datang kepemakaman di kecamatan ketika jenazah bang Gayus akhirnya diputuskan oleh pihak perwakilan keluarganya untuk dimakamkan disana. Lalu beberapa orang mendatangi rumah kami menanyakan tentang puteri bang Gayus bernama Dhea, ibuku meminta untuk merawatnya dan berjanji akan memeliharanya dengan baik. Mereka juga kebetulan orang susah dan setuju.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa bulan sejak peristiwa itu aku kembali bekerja di kebun kelapa, bekerja di swammile akhirnya mendatangkan trauma berat bagiku yang harus kehilangan sosok seorang abang dengan cara begitu tragis. Namun peristiwa itu juga semakin membulatkan tekadku untuk pergi mengadu nasib di Negeri orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari itu aku berjalan bersama Naya dan Dhea ke hilir desa hanya jalan jalan bersama.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Naya, aku akan berangkat besok" kataku</div>
<div style="text-align: justify;">
Belum sempat Naya menjawab aku membungkukan badanku kepada Dhea:</div>
<div style="text-align: justify;">
"Dhea, harus baik sama tante Naya ya" kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu mau kemana?"tanyanya dengan pandangan mata lugu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Cari uang, biar kalau banyak uang bisa kaya dan bisa membelikan Dhea baju bagus bagus"jawabku sambil mencubit kedua pipinya yang mungil. Sementara Naya hanya mengangguk angguk sambil memandang ke arah Dhea dan tersenyum semanis mungkin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika aku berdiri tegak Naya mendekatkan mulutnya ketelingaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sekarang kamu adalah ayahnya, Di. Tidak bisakah kamu tunda keberangkatanmu beberapa hari lagi?" tanyanya. "Lihat dia masih sedih"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memandang Dhea ya mata itu belum mengerti banyak peristiwa di dunia, lalu aku memandang lurus dan berkata kepada Naya:</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku telah menundanya berkali kali, inilah waktu yang sangat tepat bagiku" kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Naya menghela napas:</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ya terserah kamu" katanya</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengangkat tubuh Dhea dan meletakannya di atas pundaku, kami berjalan hingga ke ujung desa sambil mendukung anak itu. Orang orang memandang kami, ada juga yang menyeletuk agak keras: "Pasangan muda dan keluarga yang sangat serasi, yang cowok ganteng yang cewek manis dan cantik, anak prempuannya comel sekali" kata mereka sambil tersenyum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Naya melirikku ketika aku memandangnya dengan menyeringai menanggapi ocehan orang orang itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku teringat pagi harinya aku pamit kepada Ayah dan juga ibu, mereka mengizinkanku karena menganggapku sudah cukup dewasa, lagipula hidupku selama ini belum juga berubah akan menjadi seperti apa. Aku ingat ayah memberiku kain sarung dan sajadah agar aku tidak lupa solat meskipun ketika berada di perantauan. Dia sedang mengetik pekerjaan kantornya, sebagai kepala sekolah kadang dia membawa mesin ketik ke rumah dan mengerjakan sisa pekerjaannya. Dia suka melakukannya di meja yang di letakan dekat jendela berkorden merah muda, dari sana angin berhembus sejuk menggoyang goyangkan kertas yang terpasang di mesin ketik yang sedang dikerjakannya. Dan dengan mengenakan kacamatanya yang menyangkut di batang hidungnya dia berkata tanpa menoleh kepadaku:</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu masih muda, masih panjang perjalanan yang harus kamu lalui, pandai pandailah membawa diri"</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya mengangguk. Beda dengan adik adikku yang terlihat senang bicara dengan ayah, sebaliknya sebagai anak paling tua aku sangat jarang bicara dengannya. Dia selalu terlihat keras, baik di sekolah yang dipimpinnya maupun di rumah. Aku berdiri menghampirinya dan mengulurkan tanganku untuk menyalaminya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku berangkat" kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia menoleh dan melihat wajahku, matanya yang biasanya keras dan kaku nampak melunak:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"ya" sahutnya. Hanya itu yang keluar dari bibir ayah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebaliknya ibu walau tidak berusaha menahanku tampak sedikit sedih dan memberikan nasehat nasehat sesuai dengan sifat cerewetnya, aku hanya tersenyum, berangkat dan pergi itu sudah merupakan kepastianku. Dan ketika aku akan keluar dari rumah Dhea berlari menghambur aku menunggunya dan mengangkat tubuh mungilnya dan memeluknya erat erat, perasaan sedih melilit hatiku, seperti yang pernah Naya katakan: Dhea membutuhkan sosok seorang ayah pada diriku, namun aku masih terlalu muda dan tidak siap untuk itu dan aku harus meninggalkannya untuk mencari jati diriku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ibu dan adik adik prempuanku yang sedang berada dibelakangku tidak kuat menahan tangis, mereka tidak menangis untukku tetapi untuk gadis cilik yang kini sedang berada didalam pelukanku, jiwa kecil dan masih rapuh yang sedang merasakan kehilangan sosok seorang ayah untuk kedua kalinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
BAGIAN III: HIDUP BARU DIMULAI</div>
<div style="text-align: justify;">
Johor bahru, 1996..</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku sampai di Johor bahru dan membawa selembar catatan, sebuah kota yang baru dibangun untuk berkembang sedikit membingungkanku dan aku lalu pergi mencari telepon umum, namun nomor itu tidak menjawab. Aku kebingungan di sebuah bangunan yang sedang di kerjakan. Seorang laki laki usia 40 tahunan mendatangiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Awak Indon?" tanyanya</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengangguk. Dia menoleh ke kanan dan kekiri lalu menarik tanganku masuk kesudut ruangan yang ada mejanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Duduk" katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Masih menoleh kekanan dan ke kiri dia memandangku dengan wajah serius.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Hati hati banyak polis disini, saya juga dari Indonesia" katanya pelan.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Mencari siapa?' tanyanya</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku berdiri ditempat duduk dan menyerahkan catatan berisi alamat.</div>
<div style="text-align: justify;">
"ini apa?" tanyanya sambil membaca.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dia memandangku dengan mata yang membesar,.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Orang yang sedang kamu cari ini ditangkap polis beberapa hari yang lalu karena menyelundupkan kayu gaharu" katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terkejut, dan kecewa mendengar itu</div>
<div style="text-align: justify;">
"Untuk sementara kamu boleh ikut saya" katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Saat ini ramai penyelundupan kayu ramin dan gaharu, nasib baik orang orang dapat uang yang banyak, nasib sial masuk ke dalam rukap (penjara)" sambungnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kapan alamat ini diberikan kepadamu?" tanyanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"2 minggu yang lalu" jawabku lesu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ya sudah, mari ikut saya, nanti malam akan saya kenalka ke tauke" katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dia beranjak dan aku mengikutinya, beberapa pekerja menyapanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"hei pak Anang" seru mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Lelaki yang ku ikuti membalas dengan lambaian. Kami sampai disebuah bangunan mess sederhana terbuat semi parmanen dan memasuki salah satu ruangannya yang memang lebih mirip tempat tinggal.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pak Anang..." sebutku</div>
<div style="text-align: justify;">
Dia menolehku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Karena kamu orang Banjar, kamu boleh memanggilku angah Anang" katanya mulai terbuka "Bagaimana memanggilmu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Handi, di kampung orang orang memanggilku "Di" aku menjelaskan</div>
<div style="text-align: justify;">
"OK, Di, untuk sementara kamu bisa membantuku bekerja dengan Tauke, dia butuh beberapa orang tenaga kerja untuk menyelesaikan project, saya dipercayakan sebagai mandornya disini"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku lega mendengar itu. Pertama tentu saja aku akan bekerja artinya relatif persoalan keuangan akan teratasi. Kedua dia juga ternyata orang sekampung walau tidak persis sama tinggal di suatu tempat, aku tidak terlalu memikirkan itu. Ketiga posisinya sebagai mandor cukup membuatku nyaman bekerja di tempat itu, aku selalu meyakinkan diri sendiri sebagai seorang pekerja keras tanpa komplain.</div>
<div style="text-align: justify;">
***********</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tepat hari ke tiga aku dibawa ke tempat "Tauke" dia orang Cina usia 38-40, terlihat masih muda aku tahu perkiraan usianya itu dari pembicaraan Angah Anang dan teman temannya saat kami sarapan pagi di kantin Project. Paling tidak aku sudah mulai dapat beberapa orang teman untuk berbicara, kebanyakan mereka berasal dari Indonesia, India dan Bangladesh sesekali aku melihat beberapa orang Eropa memasuki project. Singkatnya aku diterima, di beri helem kerja, kacamata dan sepatu, diberikan beberapa petunjuk dari tauke dengan pesan tentang keselamatan dalam bekerja harus menjadi perhatian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu angah Anang membawaku ke ruangan administrasi, dan mendaftarkanku sebagai pekerja lepas. Menjelaskan perihal jam kerja, jam istirihat dan berapa upah yang akan aku terima setiap hari. Aku menerimanya dan menandatangani surat perjanjian kerja yang juga berisi penjelasan kontrak kerja yang berisi apa yang wajib aku patuhi dan apa hakku sebagai pekerja menurut pelaksana project bangunan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku tidak serta merta langsung berada dibawah Angah Anang, aku diserahkan kepada kontraktor lain, mereka mengerjakan semua pekerjaan yang terkait instalasi listrik, instalasi pipa air ledeng, AC, dan peralatan mesin, aku ditempatkan di divisi air yang mereka sebut "plumbing". Segera aku tahu pekerjaan itu terkait dengan pemasangan pipa air, aku mengenal pekerjaan menyenai (membuat drat atau ulir pipa), memasang asesories pipa seperti elbow, socket, valve dan memasang pipa pipa kecil penyalur air, minyak dan gas untuk bangunan tersebut. Divisi kami disebut divisi "mechanical" karena memang dibawah divisi mechanic yang pekerjaan utamanya memasang dan service perbaikan mesin mesin berat di workshop.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu istirihat pekerjaan adalah satu jam makan siang namun disela Jam kerja antara pukul 8.00 menuju pukul 12.00 siang biasanya pekerja dipersilahkan istirihat untuk sekedar merokok dan minum kopi, ada kantin sederhana disediakan disudut lokasi lapangan pekerjaan yagn dijadikan satu ruangan namun terpisah dengan loker tempat pekerja menyimpan peralatan pribadi seperti pakaian ganti, atau barang barang pribadi. Aku biasanya ke kantin setelah pukul 12.00 untuk makan siang, harga makanan menurut beberapa pekerja terbilang mahal yaitu sekitar 6 ringgit Malaysia untuk satu porsi nasi dengan lauk ayam dan sayur, diluar masih bisa dibeli dengan harga 5 ringgit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun memang tidak ada pilihan, kami harus makan agar punya tenaga lagi pada saat bekerja. Di meja meja kantin pekerja biasanya akan duduk duduk bersama kelompok sesama divisi, dan aku sudah punya 6 orang teman yang duduk menghadap meja yang sedang kudatangi. Mereka menyapaku dengan bersemangat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"hai, geng" itu salam mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tersenyum sambil meletakan piring berisi nasi yang tadi kupesan dan kubawa sendiri kemeja.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Berarti aku makan duluan karena aku punya makananku" kataku tertawa.</div>
<div style="text-align: justify;">
"OK, no problem, go ahead" kata temanku yang India. Kebiasaan membawa makanan sendiri setelah memintanya di counter kantin lama kelamaan mereka tiru, dan kamipun makan bersama sambil bercerita pengalaman dari kampung masing masing.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Man, aku dari Bangladesh punya adik prempuan cantik gak percaya?" teman yang dari bangladesh tiba tiba angkat bicara sambil tangan kirinya sibuk merogoh saku celananya karena tangan kanannya masih memegang sendok nasi. Aku menoleh perbuatannya itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara teman Indiaku yang bernama Gupta yang duduk disebelah kiriku mendekatkan wajah ketelingaku dan berbisik: "Abaikan saja Di. Paling mirip dia, lihat wajahnya? Hitam kurus gak karuan"</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tersenyum namun tidak melepaskan pandanganku pada Ibrahem yang masih mencoba mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Mana?" tanyaku panasaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya dia berhasil mengeluarkan selembar photo dan membantingnya ke meja. Semua teman memandang. Gupta tersedak dan buru buru minum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Cakep, man" katanya batuk batuk "Itu benaran gak ya?"</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memungut photo itu, benar seorang gadis imut berkulit hitam manis dengan rambut panjang lebih mirip orang India. Ibrahem melanjutkan makannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Memangnya kamu naksir, Di?" tanya Usman temanku asal Indonesia asal Kalimantan dengan bahasa daerah "Bayangkan kalau kamu sampai punya mertua orang Bangla"</div>
<div style="text-align: justify;">
Dia tertawa terkekeh kekeh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Dia Cakap apa?" tanya Ibrahem yang tidak mengerti karena kami menggunakan bahasa suku kami Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Hmm, dia mengakui kecantikan adikmu, dia langsung naksir berat"jawabku geli.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Apa Di? Sialan kamu" protes Usman.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Bukan, friend, tadi aku suruh Handi menikahi adikmu, dia itu anak baik, anak ustazd di kampung kami di Indragiri Indonesia gak rugi lho orang tuamu punya menantu seperti dia" katanya buru buru menjelaskan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami tertawa dan Ibrahem merampas photo adiknya kembali.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku janji akan belikan adikku kalung emas untuk ulang tahunnya yang ke 17 belas" katanya.</div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak terasa waktu merambat diatas kota Johor yang semakin pesat membangun. Project bangunan di salah satu sudut kota yang sedang kami jalani hanya tinggal finishing, beruntung kami bagian divisi mechanical daripada orang sipil yang mengerjakan fisik bangunan dan berkutat dengan batu, pasir dan semen, apabila bangunan telah selesai maka selesailah juga kontrak pekerjaan mereka, artinya mereka harus bersia siap mencari bangunan baru, biasanya pemilik project akan menawarkan tenaga mereka ke project lain yang sejenis dan sedang dikerjakan ditempat lain. Kami divisi mechanical mengerjakan penyelesaian: Misalnya memasang AC, melakukan perawatan instalasi listrik dan air sampai bangunan siap di serah terimakan. Satu satunya bagian sipil yang masih tertinggal adalah para tukang cat yang juga akan melakukan sentuhan akhir pengecatan pada dinding dinding luar dan dalam bangunan. Suatu hari Angah Anang mendatangiku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Di, temani aku ke kampung luar bandar, saya ada kenalan maksud saya keluarga angkat" katanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengangguk. Hari itu minggu pekerjaan bisa libur jadi saya pikir daripada tinggal didalam bangunan bersama teman teman dan bosan mengapa tidak ikut Angah Anang siapa tahu menjadi pengalaman baru. Angah Anang ini seorang lelaki yang ringan tangan menolong orang lain dan cepat sekali memiliki teman. Demi menghidupi keluarga di kampung halaman di Indonesia dia seorang pekerja keras dan hasilnya di kirim ke kampung. Konon keluarganya cukup terpenuhi kebutuhan mereka dan bahkan bisa menabung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sekarang!" katanya memandangku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terburu buru kembali kedalam untuk mengambil tas dan keluar ketika sebuah taksi telah mampir di hadapan Angah Anang dia masuk duluan disamping sopir aku membuka pintu belakang dan duduk dibelakang mereka. Angah Anang berbicara dengan sopir tersebut dalam bahasa Melayu memberitahukan tujuan kami sopir mengangguk ngangguk setelah bertanya detil alamatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
[Bersambung]</div>
</div>
</div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-49077889801212924722019-05-08T18:35:00.002-07:002019-05-14T09:09:00.993-07:00Aku pernah hidup hanya separoh hati (bagian kedua)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h2 style="text-align: left;">
Kuli bangunan</h2>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRYWuEbkLvqE34BHK3dGWB2HutOVAU6f3FNBx5CvswerQoMywspbBS7hO02XUBLO_NNOheHnm-5RmjeSwTVyn_HTbmvj7S7IiIN_dv9zXUncftsvu1059U7BQq9H00C0X2zix-Tlbeffw/s1600/A02837F6-4231-452C-8B6A-A1AC7BA03BA8.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Suasana batam masa itu" border="0" data-original-height="1064" data-original-width="1600" height="424" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRYWuEbkLvqE34BHK3dGWB2HutOVAU6f3FNBx5CvswerQoMywspbBS7hO02XUBLO_NNOheHnm-5RmjeSwTVyn_HTbmvj7S7IiIN_dv9zXUncftsvu1059U7BQq9H00C0X2zix-Tlbeffw/s640/A02837F6-4231-452C-8B6A-A1AC7BA03BA8.JPG" title="Suasana batam masa itu" width="640" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Bersama saudara sepupuku kami menunggu "bos" datang, jelas dia membutuhkan kami. Dia adalah pemilik pekerjaan jasa borongan membangun perumahan. Hanya sebagai pemborong yang telah diberi kepercayaan untuk mewujudkan bangunan bangunan perumahan, ruko hingga rumah pribadi.</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
Selanjutnya kami diberi sebuah tempat tinggal dengan bangunan kayu bertingkat 2 yang dibawahnya berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan kerja dan alat alat pertukangan. Kami disediakan kamar dilantai dua sekaligus sebagai lantai teratas bangunan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak terlalu kokoh tapi sudah sangat lumayan buat kami menumpang berteduh dan tidur ketimbang menjadi seperti gelendangan. Tiga hari disini aku sudah melihat gelendangan dan orang gila di beberapa pasar dan jalanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari berikutnya adalah bekerja, ya membangun satu rumah mewah. Aku jadi lebih mengerti bahan bangunan lebih daripada sebelumnya, ada batako, semen, dan keramik. Karena dikampung masih umum orang membangun rumah dari bahan kayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tidak berpengalaman tapi saudara sepupuku beberapa kali melakoni pekerjaan seperti ini bahkan diusianya yang masih sangat muda dibawah 17 tahun, kemiskinan hidup memaksa kami untuk bekerja apa saja untuk mengurangi beban hidup keluarga yang ditanggung oleh orang tua kami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku masih beruntung bisa menamatkan SMA sedangkan mereka tidak dan dalam hal bekerja mereka lebih trampil daripadaku karena sudah terbiasa. Akhirnya mereka menjadi tukang batu, tukang keramik dan tukang cat yang cukup dapat diandalkan oleh bos kami, sedangkan aku walau dengan usia lebih tua, cukup menjadi pembantu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rasanya senang sekali ketika bulan berganti dan dilangit kota Batam nampak selalu cerah, gajian pertama aku membeli buku dan koran, yang pertama adalah buku tentang sains dan yang kedua adalah koran pos metro kota yang berisikan informasi lowongan pekerjaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku ingat yang paling banyak di iklankan adalah lowongan pekerjaan untuk wanita usia 18-25 tahun di kawasan Industri elektronik Muka Kuning.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku melihat saudara saudaraku tidak punya pilihan lain selain menekuni pekerjaan yang sudah ada. Namun mereka memiliki semangat yang lebih tinggi daripadaku. Dari cerita mereka, sebagian teman teman mereka sudah sukses jadi pemborong untuk bidang bidang pengecatan, pemagaran, dan keramik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menjadi pemborong berarti sudah separoh jadi pengusaha dan sudah terlihat sangat sukses dimata keluarga di kampung halaman. Pemilik pekerjaan borongan dapat merekrut dan mengupah orang yang sesuai dengan ketrampilannya, misalnya jika dia memborong pekerjaan pengecatan, maka dia akan merekrut tukang cat dan setelah perjanjian upah deal, pekerjaan dapat segera di mulai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di mess tempat kami tinggal ada pekerja lain yang telah lama direkrut oleh bos kami. Mereka keluarga kadang ayah dan ibu mereka juga datang dari pulau Bangka sana menjenguk anak mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Salah seorang adalah gadis seusia nona mungkin sedikit lebih tuaan, namanya Hartini. Kami semua penghuni mess bangunan itu dapat saling mengenal secara alami tanpa harus berkenalan dan berjabatan tangan terlebih dahulu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku dan dia sering kepergok ketika belanja di warung yang berada persis di depan mess kami. Tentu saja saling melemparkan senyum tanpa memperlihatkan gigi kami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kebetulan di warung itu ada penghuni yang menjadi pelayannya seorang gadis sebaya Hartini. Namanya Ros. Disana Ros membantu kakak kandungnya yang telah menikah dengan seorang satpam perumahan. Jika Hartini berkulit putih berasal dari bangka belitung dan fasih berbahasa cina kek, sebaliknya Ros adalah gadis melayu asli.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
(bersambung)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
</div>
</div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-65749712471257171952019-05-05T15:56:00.000-07:002019-05-14T09:09:14.449-07:00Aku pernah hidup hanya separoh hati (bagian pertama)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<style>
* {
box-sizing: border-box;
}
body {
font-family: Arial;
font-size: 17px;
}
.container {
position: relative;
max-width: 800px;
margin: 0 auto;
}
.container img {vertical-align: middle;}
.container .content {
position: absolute;
bottom: 0;
background: rgb(0, 0, 0); /* Fallback color */
background: rgba(0, 0, 0, 0.5); /* Black background with 0.5 opacity */
color: #f1f1f1;
width: 100%;
padding: 20px;
}
</style>
<body>
<div class="container">
<img alt="Notebook" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEos5F66vLwf2LV_nfEGh3eWnfuUv6RZ8QGOKz3U6oUCown9TT0oVBRcZslwHauM7VCBzWwsSDPoLE-NpZU_s9ISqnXY_aAyrsdwD5ZPL8s4VZVgpa3SqgZhhKVvVRfNgXq-1mrinn3ZLg/s1600/collage_1556976585604.png" style="width: 100%;" />
<div class="content">
<h1>
Story at the far end life</h1>
“We must understand that sadness is an ocean, and sometimes we drown, while other days we are forced to swim.” .<br />
</div>
</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Batam Island 1999<br />
Bau lumpur bercampur aroma anyir kerang saat pertama aku mendarat di Pulau ini. Angin seolah memaksanya berjejal dihidung. Kami datang menggunakan perahu bermotor yang berlabuh dipantai kotor berlumpur hitam bernama Tanjung Uma. Ketika itu air laut sedang surut.<br />
<br />
Kami datang berempat, hubungan kami semua adalah sudara sepupu, tiga laki laki termasuk aku dan seorang prempuan yang masih belum berumur 16 tahun.<br />
<br />
Yang masih kuingat dengan jelas adalah senja mulai turun di tanjung Uma pulau Batam, bayang bayang memanjang dari pelantar dan demaga kayu yang berdiri diatas lumpur, tongkat tongkatnya hitam dan posturnya yang tua tampak begitu rapuh.<br />
<br />
Benar, ketika kami berempat menaiki tangga kayu itu terasa goyah. Nona satu satunya cewek diantara kami nampak ketakutan menaikinya saudaraku yang berada dibawahnya membantunya naik.<br />
<br />
Diatas tidak kalah memprihatinkan, papan lantainya disusun jarang jarang sehingga lumpur dibawahnya nampak berkilau diterpa cahaya matahari senja. Aku berfikir ini jauh lebih buruk daripada keadaan dermaga kayu dikampung.<br />
<br />
Dikampung dermaganya dibuat di pinggir sungai, aromanya bukan lumpur tetapi bau kopra yang dijemur, papannya lebih tebal dan nampak berminyak namun disusun lebih rapat. Dikampung tidak ada orang yang menyambut kami dengan kebisingan dan menawarkan tiket tumpangan dengan harga yang mahal.<br />
<br />
Bayangan pertama tentang Batam adalah tg. Uma. Kampung tua dengan rumah rumah yang dibangun dari kayu atau setengah batu.<br />
<br />
Tetapi ketika kami mulai naik taksi mulailah terlihat pemandangan yang berbeda, gedung gedung hotel, pekik klakson dan teriakan orang batak yang menjadi kondektur, toko hingga pedagang kaki lima disepanjang perjalanan. Aku menebak nebak dimana nanti kami akan tinggal.<br />
<br />
Ternyata kami membelok masuk sebelah kanan jalan yang sangat kontras, itu jalan setapak tanpa aspal. Taksi berhenti dan tidak mungkin masuk hingga kedalamnya. Memasuki jalan itu aku cukup heran jalan itu menurun dan kadang mendaki dengan rumah rumah yang dibuat seadanya di kiri dan kanannya. Jalannya sempit tidak beraspal kadang seperti undakan tanah liat yang terbentuk alami. Kini barulah aku menyadari setelah mengingat apa yang pernah kudengar: perumahan liar Batam!<br />
<br />
Cukup jauh kami berjalan dan jalan itu semakin mendaki. Aku melihat Nona mulai kecapean dengan ransel cukup besar di punggungnya. Dua saudara sepupuku yang laki laki malah nampak biasa biasa saja.<br />
<br />
Kami sampai sebuah rumah yang terbuat dari kayu, bertingkat namun nampak papan papan bangunannya yang telah banyak lapuk. Kami disambut seorang lelaki separoh baya berasal dari kampung kami, dia telah lama menetap di kota pulau ini rumah kayu ini dibangunnya di lahan liar perbukitan dekat dengan permukiman kontras dan bagus Jodoh Square. Dia hidup dari menyewakan kamar kamar dua bangunan rumah kayu dua tingkat itu, di depan rumahnya di sisihkan satu ruangan untuk menjadi warung untuk berjualan kelontongan pelanggannya tentu saja penghuni yang menyewa kamar kamarnya yang tentu saja terkadang berhutang terlebih dahulu.<br />
<br />
Aku sudah membayangkan, tidak akan tinggal ditempat itu berlama lama, begitu mendapatkan pekerjaan yang bagus aku pasti akan mencari rumah kontrakan yang layak, atau bahkan membeli rumah dipermukiman yang layak. Tapi tentu saja aku harus bekerja keras terlebih dahulu</div>
</body><br />
Cerita awal ini ditulis melalui mode HTML bukan compose cerita berikut akan ditulis melalui mode compose..Image link to <a href="https://www.w3schools.com/code/tryit.asp?filename=G3PMUXR1DH4C">Sofyan-Yaan</a> (Bersambung)<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<span id="docs-internal-guid-62d7d473-7fff-9243-80ab-1f938ad34483"></span></div>
</div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-78556846297890582132019-05-05T15:55:00.000-07:002019-09-29T16:33:27.246-07:00Kafe senja<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Tentu saja senja ketika cahaya meredup dilangit dan berganti pendar pendar lampu kota, dan lalu bangku bangku di kafe itu menjadi ramai, mereka datang berpasangan pada setiap sudut meja ada pasangan keluarga dan suara anak anak mereka memesan makanan. Dan aku telah beberapa jam duduk disudut lain mengamati mereka, penuh dengan adegan waktu yang bermutu.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijHe8qRIdnyTtWuo7AH_ZYfGB3pzLe_GzSOzDD2zAN84GkBl9CJ6GkM8lFaqC2p1XfUPQ872YIbETjV0GilfVKVzNrFLaR9gRLhnv34D-srz1K0peyfHyCRAHeS1tjdgyhOl2KHXFgKX4/s1600/aroma-beverage-breakfast-414716-1024x683.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="683" data-original-width="1024" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijHe8qRIdnyTtWuo7AH_ZYfGB3pzLe_GzSOzDD2zAN84GkBl9CJ6GkM8lFaqC2p1XfUPQ872YIbETjV0GilfVKVzNrFLaR9gRLhnv34D-srz1K0peyfHyCRAHeS1tjdgyhOl2KHXFgKX4/s400/aroma-beverage-breakfast-414716-1024x683.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Musik dilayar televisi mengalun lagu lama, hanya aku yang memasang telinga menyimaknya, dan dari dapur kafe tercium wangi kopi hanya hidungku yang mengendusnya lalu asap rokok berpendar diantara cahaya lampu bohlam hanya sudut mataku yang mengikutinya. Mereka hanya bersatu dengan canda, menikmati waktu berharga dengan keluarga. Disini aku menulis sebuah kisah yang tak akan pernah kuucapkan melalui kata kata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu itu Jeniffer masih ada dan dia selalu duduk di meja itu, rambutnya pirang dan halus dan bola matanya yang biru lembut selalu menatapku lekat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Dan mereka pergi, kamu membiarkannya, kamu tidak berusaha menahan mereka" katanya dengan bahasa Inggris yang terpatah patah. Aku mengangguk.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tetapi sesungguhnya aku telah berusaha, namun perbedaan kami rasanya sudah terlalu jauh...Dan aku tidak keberatan berpisah, aku hanya menyesali hal hal yang sesungguhnya tidak berguna lagi ketika hidup ini harus kulanjutkan" kataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jeniffer menyentuh tanganku dengan telapak tangannya diatas tanganku yang menelungkup. Bibirnya tersenyum manis. Dan ada kehangatan menjalar hingga melekat lama kedalam pikiranku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami tidak lagi membahas hal itu. Semenjak tiga tahun saling mengenal melalui media sosial baru kali ini kami makan berdua. Tadinya aku menyangka dia bisa berbahasa Inggris sama bagusnya pada saat dia menuliskannya di inbox hang out, ternyata dia tidak. Jeniffer berasal dari Ceko wanita berambut pirang berusia 32 tahun, kami bertemu di dunia nyata pada hari minggu di bulan Desember di singapura, waktu itu semuanya berjalan biasa saja. Ketika berpisah dia mengatakan akan ke Batam dan kami akhirnya sering bertemu disini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semenjak itu ada selusin senja kami lewati di kafe itu dan setiap sepulang bekerja aku membalas chatnya bahwa aku sudah berada di Kafe, jika dia bertanya apa nama kafe itu aku menjawabnya: KAFE SENJA. Dan tanpa bertanya lagi kami sepakat memberi nama itu walau tidak sesuai dengan nama aslinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini Jeniffer tidak pernah kembali kemari lagi. Pekerjaan juga membuatnya sibuk, kami hanya berkomunikasi melalui hang out atau telpon online, terakhir dia bertanya, apakah aku memerlukan wanita dalam hidupku? Pertanyaan itu tidak pernah kujawab dengan serius karena aku sendiri tidak benar benar mengetahui apakah aku memerlukan seorang wanita dalam hidupku. Namun entah mengapa pertanyaannya itu selalu mengiang jauh didalam pikiranku. Seperti biasa aku selalu menepisnya dengan hati hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kami masih tetap bercanda, saling bercerita melalui hang out, jam makan siang di kantin perusahaan berarti jam 7.30 pagi di kota kecilnya di Eropa. Pernah suatu hari dia mengemukakan keinginan untuk melihat kampung halamanku, aku hanya menjawab dia bisa melakukannya jika dia memang menginginkannya dan dunia ini hanyalah kampung yang kecil dan sempit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini aku tersentak sendiri disini asap rokok mengepul dari mulutku di hempas angin ke wajahku terasa membuat mataku menjadi perih, kuteguk kopi terakhir setelah kutulis banyak cerita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kini aku mengerti seperti apa diriku yang sebenarnya , aku telah lama terbiasa menganggap sebuah hubungan yang terjadi sebagai hal yang sangat biasa dan setiap pertemuan dan perpisahan adalah episode yang saling melengkapi. Dan tiba tiba kusadari malam datang di Kafe Senja dengan hingar bingar para pengamen dan badut berpakaian donald bebek menadahkan tangan meminta uang disampingku. Aku mengeluarkan recehan dan memberikan kepada mereka yang seakan sengaja antre diantara meja meja dan bangku tamu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan ketika aku bangkit berdiri membenahi papan ketik bluetooth dan tablet dan memasukannya kedalam tas hitam telingaku mendengar lagu itu masih bersenandung seperti senandung yang paling sering aku dan Jeniffer berbagi melalui headset kecil kesayangannya, dia memberikan yang sebelah kanan karena dia tahu telinga sebelah kiriku yang terganggu pendengaran. Dan dia akan mengagguk angggukan kepala sambil memejamkan matanya menikmati musik itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi aku terlalu lelah untuk mengenang segalanya, dan harus pergi sebelum mendung dilangit kota Batam malam ini berubah menjadi rintik rintik hujan yang membasahi jalan jalan yang berkiluan sepi. Kutitipkan lagu instant crush di Kafe Senja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Instant Crush<br />
(daft Punk)<br />
I didn't want to be the one to forget<br />
I thought of everything I'd never regret<br />
Let's run with it because it's all we can take<br />
One thing I'd never see, the same way around<br />
I don't believe it and it slips from the ground<br />
I want to take you to that place near the rush<br />
But no one gives us any time anymore<br />
He ask me once if I’d look in on his dog<br />
You made an offer for it, then you ran off<br />
I got this picture of us kissin' in my head<br />
And all I hear is the last thing that you said<br />
Listen to you brother, and listen to me<br />
I didn't want to anymore<br />
And we will never be alone again<br />
'Cause it doesn't happen everyday<br />
Kinda counted on you being a friend<br />
Kinda given up on giving away<br />
Now I thought about what I wanna say<br />
But I never really know where to go<br />
So I…</div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-73410398729596244832019-05-01T06:45:00.000-07:002019-05-03T18:17:31.363-07:00HOW TO RE-WRITING<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiP9hTIQ5rW9xWm8JAAoYt4DqChar63b7DThl-JRYS4cryt_qAkyoFYYu2zLQSkuOihHS4h5x2UDhcQYvNpbITYLkpUPVAaxxVLsD96t_JXTWcxYTTIPqSlSDV4yDZ6znyvb1TZls4DhY/s1600/WRITER.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="just ilustration" border="0" data-original-height="428" data-original-width="640" height="428" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiP9hTIQ5rW9xWm8JAAoYt4DqChar63b7DThl-JRYS4cryt_qAkyoFYYu2zLQSkuOihHS4h5x2UDhcQYvNpbITYLkpUPVAaxxVLsD96t_JXTWcxYTTIPqSlSDV4yDZ6znyvb1TZls4DhY/s640/WRITER.jpg" title="ilustrasi" width="640" /></a></div>SEOToolsCentre is a reliable name in the SEO services provider due to its high-quality SEO Tools. <a href="https://seotoolscentre.com/paraphrase-tool">Paraphrase tool</a> is our best product which works as a human writer. If you are got tired to write articles or to hire professional writers then you are at right place. It works as your classmate to create unique research papers, assignments and thesis for the educational purpose.<br /><br /><b> Is this necessary to use article rewriting tools?</b><br /><br />No! It is not necessary to use a rewriting tool. It is designed for people with poor English to fulfill their needs. If you are a professional content writer, then it’s also useful for you. It will enable you to increase your vocabulary and synonyms memory. Recently, we have added up to 500,000 synonyms in this tool for english language and it will enable you to create content with more professionally.<br />What is rewriting?<br /><br />In simple terms, if we define the term spinning, then it is all known as about rewriting of the paragraph or even the whole of the paper straight in your own words. Unlike into the concept of the summarizing, you will be keeping every single thing as rough and in the same length as the original one. You can easily perform this task as by means of going through the original and hence changing every other word for the purpose of the synonym by means of using the thesaurus. You should be finding yourself as all the time repeating on with the portions of the original document.<br /><br />You do not have to bring about any sort of the change in the structure of the paragraph sufficiently. It would be such an easy way out if you will be jotting down with the notes and explain out with some of the main points into the paragraph. You should be hence rewriting all by means of using the notes and not the original one. Proofreading the document as about 2-3 times definitely.<br /><br /><b>How does this article reworder tool works?</b><br /><br />SEO tools Centre rewording tool scans your content and suggests you the alternate words for your existing words. The suggested words will be highlighted in the bold and colorful text. You can also replace the suggested word with your own or other suggested words or revert it to original words.<br /><br /><b>How to use the SEO Tools Centre to produce quality contents?</b><br /><br />Recently, we have upgraded our content rewriting tool and added up to 500000 fresh synonyms to this tool and it will enhance the value of the rephrase tool to its peak. The purpose of improving this tool is to provide better words or phrased to meet up the requirements of the universities or Google content policies.<br /><br />It can be used as article spinning tool to create the new version of an article to pass the plagiarism test. However, it called double edge sword and always use it at your own risk. We have prepared few tips for you if want to use article rephrase tool for SEO purpose.<br /><div><br /><b>Key Points To Keep In mind while rewriting:</b><br />Always start with quality content: Quality content means is unique content on a very specific topic. You have to create unique valuable content which will be more informative for human readers. It’s impossible for a program to produce content that is engaging the users because it just replaces few words without any writing skill. So, It’s a big risk for you if you start with low-quality content and the more risk if you are going to use the alternate version of the articles.<br /><br /><br />Read before replacing the suggestions: Before applying the suggested words you must have to read all the suggested words and always use the words which match with the context or revert unmatched words to the original. So, If you feel it doesn’t fit into the reading. Click to “rewrite again” for the new version of your favorite article.<br /><br />Check for plagiarism: We recommend you to verify your generated content for duplicate content issue when you become satisfied. Another, before starting the plagiarism test you must have to analyze it for grammar errors using the grammar checker tool. After fixing the grammar error must analyze it for duplicate issues using plagiarism checker for.<br /><br />We never suggest or recommend: To use this tool to produce multiple versions of the same article to publish spam. Publishing spam can be a reason to be penalized by Google. It's also zero value to your targeted audience.<br />Note: If you want to paraphrase your article for multiple pages then the try "online paraphrase tool" to rephrase your content more professionally. We recommend you to always analyze web content uniqueness using "Online Plagiarism checker" if you don't want to be plagiarized.</div></div>sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-302713998139214712019-05-01T06:36:00.000-07:002019-05-03T18:17:31.646-07:00Website maintenance<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsZq4zkvofkVdd9j2jSn07oHxPqVkZ7nBv-biLPlOaGr7EXXy9EVa1QelbrkQB_fdfMuhBAJywO-FEFbLxhpdeTb0AKLjh8CMSkcA2yfwc-CxDPEDuGUCQBPOewrNnOt-DSth_0HA12Nc/s1600/template+fast+loading+high+difenition-800x485-600x.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="just for example" border="0" data-original-height="364" data-original-width="600" height="388" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsZq4zkvofkVdd9j2jSn07oHxPqVkZ7nBv-biLPlOaGr7EXXy9EVa1QelbrkQB_fdfMuhBAJywO-FEFbLxhpdeTb0AKLjh8CMSkcA2yfwc-CxDPEDuGUCQBPOewrNnOt-DSth_0HA12Nc/s640/template+fast+loading+high+difenition-800x485-600x.jpg" title="example4" width="640" /></a></div>Engaging your visitors is vital to maintaining a long term website traffic. Modern search engines such as Google will monitor your traffic to make sure that visitors they are sending from their search results are staying for a long enough length of time as well as visiting multiple pages. Both of these metrics make a big difference as Google decides how to rank your site content. So, in other words, the visitor behavior the search engine observes will influence future rankings for your site, and the quality and quantity of your content will dictate visitor behavior.<br /><br />In the present world of cut-throat Internet marketing, you need all the help you get. So why not cut down on the time needed to create new unique content? This is probably the most time consuming part of your website building process.<br /><br />Save time writing content so you can promote your site or business in other ways. Use the time, money and energy you're saving to keep your site design looking as good as it can. Or you can use your free time to relax and unwind, it's up to you. Such is the beauty of this free if you are constantly updating with fresh textual content. The more unique, useful text you offer your visitors, the more people will stay on your site, and keep revisiting over the long haul. Offering your visitors an unlimited flow of fresh content is the best long term strategy for securing 'sticky' traffic to your website or blog. If you are focusing repeatedly on related subject matter (which you should be doing if you are focusing on a limited niche) then you would do well from an SEO perspective to cover a wide range of different ways to talk about that subject matter.</div>sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-22531227863841711222018-10-27T05:55:00.000-07:002019-05-03T18:17:31.898-07:00EXAMPLE 1<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHRn7xM8XSMBby6ijDkXASLggAspdSYApzf5ulpR6TVmNK5EbSPSAioqkRP3ifgzr1nwUAPxKx_WbV28C7SQu9AbTgq4qipdoDnSALxiHQA86nIm5-EW56962HWPnJfLdzKWqFMjdvHfk/s1600/download.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="just for an example" border="0" data-original-height="183" data-original-width="276" height="424" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHRn7xM8XSMBby6ijDkXASLggAspdSYApzf5ulpR6TVmNK5EbSPSAioqkRP3ifgzr1nwUAPxKx_WbV28C7SQu9AbTgq4qipdoDnSALxiHQA86nIm5-EW56962HWPnJfLdzKWqFMjdvHfk/s640/download.jpeg" title="example" width="640" /></a></div>Jia Zhang-ke a sorti sa plus belle perche à selfie pour l’occasion. Le réalisateur la promène, coiffée d’un smartphone fluet, tandis qu’il musarde sur le « red carpet » du festival de cinéma qu’il a créé, il y a un an, à Pingyao. Le tapis est du même rouge que les drapeaux de la République populaire chinoise qui flottent fièrement sur l’artère principale de cette bourgade touristique de la province du Shanxi, située à 585 km au sud-ouest de Pékin – Pingyao ne compte que 500 000 habitants, une bagatelle à l’échelle du pays.<br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div>Lors du dernier Festival de Cannes, une escouade de six agents de sécurité veillait à ce qu’aucun selfie n’entache la montée des marches. A Pingyao, les régiments de l’armée, qui patrouillent à vive cadence durant toute la manifestation, laissent faire. Il serait inopportun de voir dans le geste de « mister Jia », comme on l’appelle ici, un bras d’honneur aux instances cannoises, qui ont sélectionné six de ses douze longs-métrages, dont le plus récent, Les Eternels, en mai.<br /><br />Non, si le grand mandarin du cinéma d’art et d’essai a dégainé sa perche, c’est pour se persuader qu’il ne rêve pas : pour la deuxième année d’affilée, près de 150 000 de ses compatriotes, selon le décompte officiel, sont venus découvrir une cinquantaine de films chinois et étrangers, du 11 au 20 octobre. Alors, l’engin de Jia s’attarde longtemps sur les visages enthousiastes de ces lycéens, étudiants, cinéphiles, blottis contre les rambardes blanches ; certains ont fait le voyage de très loin – Sichuan, Yunnan… – pour se retrouver là , dans la région la plus charbonneuse du pays, ce Shanxi noir de suie où il a vu le jour, il y a 48 ans, et fait ses premières armes de cinéaste.<br /><br />La déesse aux vingt-six bras<br /><br />Ainsi augmenté d’un membre métallique, Jia Zhang-ke ressemble à la déesse aux vingt-six bras qui trône au cœur du temple taoïste Shuanglin, l’une des principales attractions du coin. Combien de perches, au juste,...</div>sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-88834032677248201922018-10-26T22:49:00.000-07:002019-05-04T02:53:48.733-07:00EXAMPLE 2<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-6VUCFeEbh2oiEdhGiieZbnw2q3orEurp8oZkrLS0JsybfTW8LxDr4I_6ODPLzRvjEJj8fwNHr3uCswtmmMc5KQu8USVUSWdgcO1z3CUe924e2gSD8NX98UDVSYUp-EbuWoPV_Khs_XY/s1600/coin+hundred+IDR.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="coin a hundred IDR" border="0" data-original-height="225" data-original-width="357" height="402" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-6VUCFeEbh2oiEdhGiieZbnw2q3orEurp8oZkrLS0JsybfTW8LxDr4I_6ODPLzRvjEJj8fwNHr3uCswtmmMc5KQu8USVUSWdgcO1z3CUe924e2gSD8NX98UDVSYUp-EbuWoPV_Khs_XY/s640/coin+hundred+IDR.jpg" title="ilustrasi" width="640" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Après six ans d'études au conservatoire de Perpignan, Nayah se lance dans la chanson.<br />
<br />
René Coll propose à Nayah de déposer sa candidature auprès de France Télévision, avec une de ses chansons Je veux donner ma voix pour la sélection nationale française pour le Concours Eurovision se déroulant le 29 mai 1999 à Jérusalem en Israël. La chanson est écrite par René Coll (crédité sous son vrai nom Pierre-René Colombiès) et Pascal Graczyk, sur une musique de Gilles Arcens et Luigi Rutigliano. Nayah et la chanson sont sélectionnées pour participer à la finale nationale française du 2 mars 1999, en direct de l'Olympia sur France 3, présentée par Julien Lepers et Karen Cheryl.<br />
<br />
Lors du prime-time de la sélection française 12 candidats (artistes solo, groupes) s'affrontent ; un jury d'experts et les votes des téléspectateurs par téléphone cumulés attribuent des points à chaque concurrent. Au terme du vote, Nayah se retrouve ex-aequo avec Ginie Line qui a interprété la chanson La même histoire. Elle recueille chacune 5 points (Nayah est 1re au télévote mais classée 4e avec les points du jury, tandis que Ginie Line se classe 1re grâce au jury mais seulement 4e au télévote). Un règlement écrit spécialement pour cette sélection stipule qu'en cas d'égalité entre les candidats, le vote des téléspectateurs prédomine sur le vote du jury. Nayah arrivée 1re au télévote est déclarée gagnante et donc désignée officiellement représentante de la France au Concours Eurovision 1999.<br />
<br />
<br />
Peu avant la tenue du concours Eurovision de la chanson, à la suite d'un article du journal L'Indépendant1, plusieurs associations anti-secte françaises dénoncent ses liens avec le mouvement raëlien2. Entrée dans la secte à la suite de son mari, elle y avait gravi les échelons jusqu'à devenir prêtre assistant2, cela après avoir publié un premier disque en 1988 qui reprenait la thématique raëlienne3. Après avoir nié avoir appartenu au mouvement raëlien, elle reconnaît en avoir été membre et affirme qu'elle a quitté la secte en 1996, bien que des écrits de Nayah soient présents dans l'édition d'octobre 1998 de la revue du mouvement2. Les associations souhaitaient priver le mouvement raëlien de toute possibilité d'exposition médiatique positive que pouvait donner l'Eurovision.<br />
<br />
Le 29 mai 1999, Nayah, accompagnee de choristes, interprète Je veux donner ma voix lors du Concours Eurovision à Jérusalem. Après le vote final, Nayah se classe à la 19e place sur 23 participants.<br />
Le single Je veux donner ma voix se vend à plus 400 000 exemplaires dont 12 000 en deux semaines dès sa sortie en France.[réf. nécessaire] Il est classé pendant une semaine parmi les cent meilleures ventes de singles en France4. Plusieurs de ses contrats ainsi que sa participation à des émissions de télévision sont annulés devant la polémique suscitée par son appartenance au mouvement raëlien. La chanteuse estime être alors victime de discriminations1.<br />
<br />
À la suite du concours, un producteur de Las Vegas qui cherche depuis plus de deux ans un sosie de Céline Dion choisit Nayah après une audition. Il lui propose un contrat de 5 ans. Nayah poursuit donc sa carrière, en donnant des concerts, et en officiant particulièrement comme sosie de Céline Dion, reprenant son spectacle de Las Vegas. Du 1er au 5 février 2010, Nayah participe à l'émission de télévision Un diner presque parfait spéciale sosie sur M6 qu'elle remporte.<br />
<br />
Son single Enfant rĂŞve est vendu au profit de l'association RĂŞve dont Nayah est l'ambassadrice dans la Haute-Garonne en partenariat avec France Bleu Roussillon<a href="https://fr.wikipedia.org/wiki/Nayah#cite_note-5">5</a>.<br />
<br />
Au printemps 2013, elle participe à l'émission de téléréalité française Les Sosies à Hollywood sur TF6.</div>
sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1197597788906120924.post-58899646789840677432018-10-26T22:47:00.000-07:002019-05-03T18:17:32.405-07:00EXAMPLE 3<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNttOuTfNP_kDpLZ-GGJ7nnoUe4xYjZLMJAEJHbfOF4GiN980Ghzskoezmwgt4d_MRNZ9Jf9ry1MTWVSsPSmtro-Trz7zTRyRjTvy3FmDpWhBP0HNkO9PmLvINGB-OWmnOCd1Ac1V6Pmo/s1600/download+%25281%2529.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Just for example" border="0" data-original-height="184" data-original-width="274" height="429" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNttOuTfNP_kDpLZ-GGJ7nnoUe4xYjZLMJAEJHbfOF4GiN980Ghzskoezmwgt4d_MRNZ9Jf9ry1MTWVSsPSmtro-Trz7zTRyRjTvy3FmDpWhBP0HNkO9PmLvINGB-OWmnOCd1Ac1V6Pmo/s640/download+%25281%2529.jpeg" title="example " width="640" /></a></div>Canons installés sur le RMS Queen Mary lorsqu'il a été converti en transport de troupe.<br /><br />L'utilisation de navires afin de transporter des soldats remonte à l'Antiquité. L'histoire décrit dans la Rome antique de petits navires, les Navis lusoria, propulsés par rame et voile. Ils ont été utilisés pour transporter des troupes du Rhin au Danube1.<br /><br />L'histoire des transports de troupe est une histoire liée au navire civil de transport de passagers comme les paquebots. Au xixe siècle, lors de conflits, si le matériel disponible au sein des forces navales pour le transport de troupes était jugé insuffisant, les marines louaient ou réquisitionnaient des navires civils. Au xixe siècle les marines incluaient à leur service des paquebots. Au xxe siècle les paquebots employés à cet usage étaient modifiés avant d'être admis au service actif. Ils étaient peints en gris pour les rendre moins voyants par l'aviation et ils étaient armés souvent de canons antiaériens. Les paquebots avaient un avantage important, leur vitesse. En effet, à l'origine ils étaient conçus pour minimiser le temps de voyage, ce qui s'avèrerait un avantage pour distancer des sous-marins et des croiseurs ennemis de surface. C'est grâce à sa vitesse élevée que le HMT Olympic réussit durant la Seconde Guerre mondiale à couler un<br /><br />L'utilisation de navires afin de transporter des soldats remonte à l'Antiquité. L'histoire décrit dans la Rome antique de petits navires, les Navis lusoria, propulsés par rame et voile. Ils ont été utilisés pour transporter des troupes du Rhin au Danube1.<br /><br />L'utilisation de navires afin de transporter des soldats remonte à l'Antiquité. L'histoire décrit dans la Rome antique de petits navires, les Navis lusoria, propulsés par rame et voile. Ils ont été utilisés pour transporter des troupes du Rhin au Danube1.</div>sofyanhttp://www.blogger.com/profile/16348162693565122827noreply@blogger.com0