Kafe senja

Tentu saja senja ketika cahaya meredup dilangit dan berganti pendar pendar lampu kota, dan lalu bangku bangku di kafe itu menjadi ramai, mereka datang berpasangan pada setiap sudut meja ada pasangan keluarga dan suara anak anak mereka memesan makanan. Dan aku telah beberapa jam duduk disudut lain mengamati mereka, penuh dengan adegan waktu yang bermutu.
Musik dilayar televisi mengalun lagu lama, hanya aku yang memasang telinga menyimaknya, dan dari dapur kafe tercium wangi kopi hanya hidungku yang mengendusnya lalu asap rokok berpendar diantara cahaya lampu bohlam hanya sudut mataku yang mengikutinya. Mereka hanya bersatu dengan canda, menikmati waktu berharga dengan keluarga. Disini aku menulis sebuah kisah yang tak akan pernah kuucapkan melalui kata kata.

Waktu itu Jeniffer masih ada dan dia selalu duduk di meja itu, rambutnya pirang dan halus dan bola matanya yang biru lembut selalu menatapku lekat.

"Dan mereka pergi, kamu membiarkannya, kamu tidak berusaha menahan mereka" katanya dengan bahasa Inggris yang terpatah patah. Aku mengangguk.
"Tetapi sesungguhnya aku telah berusaha, namun perbedaan kami rasanya sudah terlalu jauh...Dan aku tidak keberatan berpisah, aku hanya menyesali hal hal yang sesungguhnya tidak berguna lagi ketika hidup ini harus kulanjutkan" kataku.

Jeniffer menyentuh tanganku dengan telapak tangannya diatas tanganku yang menelungkup. Bibirnya tersenyum manis. Dan ada kehangatan menjalar hingga melekat lama kedalam pikiranku.

Kami tidak lagi membahas hal itu. Semenjak tiga tahun saling mengenal melalui media sosial baru kali ini kami makan berdua. Tadinya aku menyangka dia bisa berbahasa Inggris sama bagusnya pada saat dia menuliskannya di inbox hang out, ternyata dia tidak. Jeniffer berasal dari Ceko wanita berambut pirang berusia 32 tahun, kami bertemu di dunia nyata pada hari minggu di bulan Desember di singapura, waktu itu semuanya berjalan biasa saja. Ketika berpisah dia mengatakan akan ke Batam dan kami akhirnya sering bertemu disini.

Semenjak itu ada selusin senja kami lewati di kafe itu dan setiap sepulang bekerja aku membalas chatnya bahwa aku sudah berada di Kafe, jika dia bertanya apa nama kafe itu aku menjawabnya: KAFE SENJA. Dan tanpa bertanya lagi kami sepakat memberi nama itu walau tidak sesuai dengan nama aslinya.

Kini Jeniffer tidak pernah kembali kemari lagi. Pekerjaan juga membuatnya sibuk, kami hanya berkomunikasi melalui hang out atau telpon online, terakhir dia bertanya, apakah aku memerlukan wanita dalam hidupku? Pertanyaan itu tidak pernah kujawab dengan serius karena aku sendiri tidak benar benar mengetahui apakah aku memerlukan seorang wanita dalam hidupku. Namun entah mengapa pertanyaannya itu selalu mengiang jauh didalam pikiranku. Seperti biasa aku selalu menepisnya dengan hati hati.

Kami masih tetap bercanda, saling bercerita melalui hang out, jam makan siang di kantin perusahaan berarti jam 7.30 pagi di kota kecilnya di Eropa. Pernah suatu hari dia mengemukakan keinginan untuk melihat kampung halamanku, aku hanya menjawab dia bisa melakukannya jika dia memang menginginkannya dan dunia ini hanyalah kampung yang kecil dan sempit.

Kini aku tersentak sendiri disini asap rokok mengepul dari mulutku di hempas angin ke wajahku terasa membuat mataku menjadi perih, kuteguk kopi terakhir setelah kutulis banyak cerita.

Kini aku mengerti seperti apa diriku yang sebenarnya , aku telah lama terbiasa menganggap sebuah hubungan yang terjadi sebagai hal yang sangat biasa dan setiap pertemuan dan perpisahan adalah episode yang saling melengkapi. Dan tiba tiba kusadari malam datang di Kafe Senja dengan hingar bingar para pengamen dan badut berpakaian donald bebek menadahkan tangan meminta uang disampingku. Aku mengeluarkan recehan dan memberikan kepada mereka yang seakan sengaja antre diantara meja meja dan bangku tamu.

Dan ketika aku bangkit berdiri membenahi papan ketik bluetooth dan tablet dan memasukannya kedalam tas hitam telingaku mendengar lagu itu masih bersenandung seperti senandung yang paling sering aku dan Jeniffer berbagi melalui headset kecil kesayangannya, dia memberikan yang sebelah kanan karena dia tahu telinga sebelah kiriku yang terganggu pendengaran. Dan dia akan mengagguk angggukan kepala sambil memejamkan matanya menikmati musik itu.
Tapi aku terlalu lelah untuk mengenang segalanya, dan harus pergi sebelum mendung dilangit kota Batam malam ini berubah menjadi rintik rintik hujan yang membasahi jalan jalan yang berkiluan sepi. Kutitipkan lagu instant crush di Kafe Senja.

Instant Crush
(daft Punk)
I didn't want to be the one to forget
I thought of everything I'd never regret
Let's run with it because it's all we can take
One thing I'd never see, the same way around
I don't believe it and it slips from the ground
I want to take you to that place near the rush
But no one gives us any time anymore
He ask me once if I’d look in on his dog
You made an offer for it, then you ran off
I got this picture of us kissin' in my head
And all I hear is the last thing that you said
Listen to you brother, and listen to me
I didn't want to anymore
And we will never be alone again
'Cause it doesn't happen everyday
Kinda counted on you being a friend
Kinda given up on giving away
Now I thought about what I wanna say
But I never really know where to go
So I…

Comments

  1. kafe, senja, cinta selalu menjadi sebuah cerita yang menarik

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Taman bunga mawar untuk Magdalena

Aku pernah hidup hanya separoh hati (bagian ketiga)

Aku pernah hidup hanya separoh hati (bagian kedua)